Jakarta, Kompas – Pemerintah mengusulkan pemilihan kepala daerah langsung yang sedianya digelar pada 2014 ditunda, dan dilaksanakan pada 2015. Hal ini agar pilkada tidak relatif bersamaan waktunya dengan pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden. Usulan itu masuk dalam Rancangan Perubahan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
”Kalau tetap digelar pada 2014, terlalu sering orang mengikuti pemilu, ada pemilu legislatif, pilpres, juga pilkada. Bosan juga masyarakat nanti, setahun bisa tiga kali pemilu. Nanti partisipasi pemilih bisa rendah,” kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Selasa (31/7) di Jakarta.
Menurut Gamawan, penundaan pilkada semacam ini pernah dilakukan pada 2009. Ada satu provinsi, yakni Lampung, dan 34 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada pada 2014.
Dengan penundaan itu, kata Gamawan, bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2014, pemerintah akan mengangkat pejabat sementara. Kondisi ini juga lebih adil saat petahana akan maju lagi dalam pilkada.
Alternatif lain, pilkada 2014 mungkin saja dimajukan pelaksanaannya pada 2013. Namun, dengan pertimbangan tahun 2013 juga banyak digelar pilkada, Gamawan cenderung mengusulkan ditunda. Tercatat, pada 2013 ada 13 pilkada provinsi, dan sekitar 70 pilkada kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo menyarankan agar Pemilu 2014 menjadi uji coba untuk merealisasikan ide penggabungan pemilu nasional dan daerah secara serentak. Jika pemilu legislatif yang memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD; lantas pilpres; serta pilkada dapat dilakukan serentak, diharapkan pelaksanaannya lebih efektif dalam hal biaya dan manajemen pemilu.
”Selama ini beberapa tempat sudah berinisiatif menggelar pilkada kabupaten/kota dan provinsi secara bersamaan dengan membuat MOU (nota kesepakatan) dan bisa berjalan efektif. Seharusnya pemilu nasional dan daerah juga bisa dilakukan serentak,” kata Ganjar.
Menurut Ganjar, Fraksi PDI-P pernah membuat simulasi bagi pelaksanaan pemilu nasional dan daerah secara serentak, dan hal tersebut sangat mungkin dilakukan. Dengan pola ini, akan ada efek bersama yang bisa dirasakan antara kepala daerah yang memang populer dan perolehan suara partai.
Untuk mewujudkan ide tersebut, ujar Ganjar, memang diperlukan kajian mendalam terkait regulasi pemilu, pilpres, dan pilkada. Persoalan krusialnya adalah periodisasi jabatan kepala daerah yang tidak seragam. Salah satu solusi yang ditawarkan yakni mengikuti periodisasi kepala daerah yang paling akhir. (why)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.