Hanya setahun beroperasi, Pabrik Garmen Aceh di Desa Buket Teukueh, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, tutup. Pabrik konfeksi yang mempekerjakan 100-an karyawan dan sempat memproduksi kaus bermerek ”Get That” (bagus sekali-Aceh) itu hanya tinggal bangunan yang sudah beralih fungsi. ”Get That” pun kini menjadi ”Brok That” (buruk sekali-Aceh) di benak warga Aceh.
Kisah tutupnya pabrik konfeksi di kabupaten asal Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ini menandai gagalnya pengembangan sektor riil di Aceh pascabencana tsunami dan perjanjian damai di Aceh.
Siang itu, Maulana, petugas satuan pengamanan, duduk-duduk di warung kopi yang terletak di depan kantornya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bireuen. Dia masih ingat, kantor itu sebelumnya merupakan pabrik konfeksi, yang didirikan atas donor GTZ, lembaga donor asal Jerman. Pertengahan tahun 2007 pabrik ini diresmikan dan pertengahan tahun berikutnya pabrik itu pun tutup.
”Saya enggak tahu kapan ditutupnya. Tapi, kantor ini sudah beberapa bulan lalu ditempati. Yang pasti, memang kantor ini dulunya pabrik konfeksi. Ya, ya… saya ingat,” katanya.
Karut-marut pengelolaan serta kebijakan pemerintah yang tidak jelas membuat usaha ini mulai redup satu tahun setelah didirikan. Akhir 2010, bangunan itu sudah digunakan beberapa bulan untuk kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Bireuen.
Tidak hanya Get That dan pabriknya, hampir semua program pengembangan usaha menengah dan bawah, yang mendapat gelontoran dana melalui program bantuan pascatsunami dan rekonsiliasi pascadamai, ternyata gagal bertahan.
Kini, geliat ekonomi yang mencolok hanya terlihat dari maraknya kedai kopi dan warung makan, terutama di Kota Banda Aceh. Ciri khasnya, hampir semua kedai kopi dan warung makan baru itu menyediakan layanan internet nirkabel secara gratis. Ciri lain yang juga khas, hampir semua pengunjung yang datang dengan membawa laptop sendiri kebanyakan memakai layanan internet ini untuk bermain game poker secara online!
Konsumtif
Perputaran dana rehabilitasi dan rekonstruksi yang berada pada kisaran Rp 60-an triliun sempat mengangkat ekonomi Aceh. Belanja perekonomian, terutama pada pembangunan infrastruktur, membuat pertumbuhan ekonomi menggeliat. Ditambah lagi dengan keberadaan para pekerja kemanusiaan dengan gaji yang tinggi dibandingkan dengan provinsi tetangga, membuat tingkat daya beli meninggi.
Walaupun saat ini Aceh masih menikmati sisa-sisa legit dana bantuan melalui multidonor dan juga mendapat sejumlah dana istimewa melalui mekanisme otonomi khusus, pertumbuhan ekonomi Aceh menunjukkan tanda-tanda melesu.
Irwandi Yusuf mengatakan, pertumbuhan ekonomi Aceh masih pada kisaran angka 4 hingga 5 persen per tahun. Pertumbuhan terjadi pada sektor pertanian dan perkebunan. Namun, diakuinya, apabila angka tersebut digabung dengan sektor minyak dan gas, angka pertumbuhan akan minus.
Namun, kajian ekonomi regional Bank Indonesia dan Bank Dunia yang dilakukan beberapa tahun terakhir menunjukkan perekonomian Aceh pascatsunami lebih banyak ditopang oleh belanja rumah tangga, kredit konsumtif, dan belanja pemerintah.
Kredit kendaraan bermotor dan kredit barang-barang rumah tangga lebih mendominasi dibandingkan dengan kredit usaha produktif. Perbankan memberikan porsi yang besar untuk kredit konsumsi dibandingkan dengan kredit usaha produktif meski pemerintah mendorong perbankan untuk berbuat sebaliknya.
Menurut catatan Bank Indonesia Banda Aceh, porsi kredit konsumtif sebanyak 60 persen dibandingkan dengan kredit produktif. Mahdi Muhammad, Pemimpin Bank Indonesia Banda Aceh, mengatakan, apabila porsi kredit konsumtif terus berkembang, perekonomian Aceh dalam bahaya. Kredit usaha produktif harus ditumbuhkembangkan.
Mahdi mengatakan, apabila pengusaha Aceh dapat jeli melihat potensi yang ada, setidaknya Rp 11,6 triliun uang yang ada di kantong masyarakat Aceh dapat diputar di dalam provinsi dan tidak perlu ke luar. Sayangnya, belum ada yang melihat peluang ini. ”Ada 18 item barang yang sebenarnya bisa diproduksi di sini karena sangat dibutuhkan. Tapi, belum ada yang melihat potensinya,” katanya.
Laporan Pembangunan Manusia Aceh tahun 2010 yang disusun Program Pembangunan Badan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNDP) menunjukkan adanya perbaikan angka indeks pembangunan manusia (IPM atau HDI) antara tahun 1999 dan 2007. Namun, angka itu menurun pada tahun 2008 menjelang berakhirnya program rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Laporan itu menyebutkan, hambatan utama pencapaian pertumbuhan ekonomi yang kuat adalah tidak adanya investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Sebagian karena konflik dan persepsi yang masih berkembang tentang ketidakamanan dan pemerasan.
Disebutkan dalam laporan itu, hampir tidak ada investasi di Aceh selama empat tahun terakhir. Hanya lima lisensi yang telah dikeluarkan untuk investasi yang hanya menunjukkan nol persen dari total angka investasi nasional yang mencapai Rp 48,615 triliun. Laporan itu menyebutkan, kabupaten baru tidak semaju kabupaten asal. Indikator juga menunjukkan bahwa wilayah pantai barat dan selatan Aceh sangat tertinggal dibandingkan dengan wilayah pantai utara dan timur atau pedalaman Aceh.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) setiap tahun lebih dari Rp 7 triliun. Triliunan rupiah dana alokasi umum, dana alokasi khusus, serta dana bagi hasil minyak dan gas mengalir ke daerah-daerah dalam bentuk dana pembangunan. Namun, tidak ada satu kebijakan dari pemerintah daerah pun yang membantu mengangkat perekonomian di daerah. Sebaliknya, defisit anggaran terjadi di beberapa kabupaten, seperti Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Barat.
Syaifullah, mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Barat, mengatakan, wilayahnya dahulu pernah dikenal sebagai salah satu daerah penghasil getah karet alam terbaik di Indonesia. Namun, diakuinya, sampai saat ini tidak ada kebijakan perekonomian yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk mengembalikan kondisi tersebut seperti semula. Rencana peremajaan pohon karet tua pun terbengkalai.
Persepsi Aceh
Pemerintah Aceh sebenarnya bukan tanpa usaha untuk mendatangkan investor. Baru-baru ini mereka menggelar Aceh International Business Summit 2010, bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri Aceh dan beberapa pengusaha Aceh yang telah dikenal dunia bisnis regional dan internasional. Namun, sampai saat ini, tidak ada hasil konkret yang dicapai dari pertemuan itu. Hasil pembicaraan dan rekomendasi pertemuan tersebut bahkan belum ada.
Suraiya IT, panitia, mengatakan, ada dua masalah utama yang sering ditanyakan pengusaha, yaitu masalah regulasi dan kenyamanan berinvestasi. Mahdi mengamini, bahkan pengusaha asal Aceh pun masih enggan berinvestasi di Aceh disebabkan tingginya biaya non- ekonomi (baca: pungutan liar).
Said Faisal, mantan Deputi Bidang Ekonomi Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi NAD-Nias, mengatakan, apabila ingin mendorong Aceh ke pertumbuhan yang lebih tinggi, diperlukan investasi dari sektor swasta. Itu tergantung dari sejauh mana pemerintah Aceh bisa memberikan jaminan kenyamanan berinvestasi.
Wakil Gubernur Aceh M Nazar mengakui masih maraknya praktik pungutan liar. Dia meminta semua pihak yang melakukan pungli ataupun sebutan lainnya, seperti pajak nanggroe, menghentikan kegiatannya.
Tanpa ada jaminan keamanan berinvestasi ini, para investor sepertinya masih akan enggan datang ke Aceh.
Mahdi Muhammad dan Ahmad Arif
Source: Kompas.com
Assalamulakum Wr Wb,
Kami sekeluarga butuh bantuan semua teman dan orang yang mau donatur seikhlasnya, untuk biaya Pengobatan Anak yang sedang sakit mata, seikhlas saudara…
sebelumnya salam kami buat semua teman dan rakan di forum Facebook dan Komunitas Bloger serta buat seluruh masyarakat.
Nama : Yuswadi Bin h. Achaled Mansur
Alamat Kami: Jl. Line Pipa Bandara Malikussaleh. Gp. Panigah Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara. Nad
Umur : 31 Tahun
status : Menikah
Nama Istri : Nilawati
Anak : 2
1. Riva Nazila, (Wanita) umur 5 tahun, yang mengalami sakit mata parah
2. M. ilham ( Laki ) umur 2 tahun
Pernah Belajar :
Universitas Ahmaddahlan Yogya 1999
AMIKOM Yogya 1998
LP3I BANDA ACEH
Pengalaman Kerja :
Instruktur LAB NETINDO
WebMaster CV. ISP Karya Mandiri Lhokseumawe
Asistan Manager PT. JATAYU Air Line Malikussaleh
Tim Asismen FORUM LSM Banda Aceh 2004
Tim Statistik Kependudukan Aceh Utara dari Jakarta
Tim Ses Bupati Aceh Utara
Tim Ses Gubernur & Wagub Sinar Kec.muara batu
Guru TIK di SMU Negri 5 Krueng Mane Aceh Utara
TI di PT. Pulo Gadeng Lamlagang Nesu Banda Aceh. 2007-2009
CV. Consultan Citra Buana Sakti Permai Banda Aceh
PT. Pandu Buana Nusantara Banda Aceh
Cekin Counter di bandara Malikussaleh. PT. Djafa Mandiri. 2010
kami minta maaf sebelumnya, karena kami terpaksa meminta bantu pada saudara dan teman teman disini, pada Pejabat Pemerintah Aceh, jg Pada LSM. melalui media internet atau media blogger atau facebook.
kami sangat membutuhkan uluruan tangan saudara saat ini karena anak kami yang sedang sakit Mata Harus dilanjutin untuk di Operasi. kami telah coba mengobati nya pada akhir tahun 2008. ke Klinik Spesialis Mata Lhokseumawe, juga di RS Umum Bukit Rata Lhokseumawe, terus kami lanjutin ke Rumah Sakit Umum dimedan untuk melakukan scaning, serta Beberapa Klinik Mata dimedan, namun belum juga mebuah kan hasil ..hingga kami membawanya pulang
Menurut Dokter spesialis mata di medan, anak kami mengalami pendarahan dalam mata itupun belum bisa dipastikan sebab harus menjalani operasi baru bisa tau dan dikasih obat untuk mengurangi sakit,
karena kami tidak memiliki dana dan biaya pada akhirnya tidak mengobatinya lagi hingga 2 tahun ini belum bisa kami lanjutin pengobatan mata anak kami, walau meski matanya saat ini sudah kabur, detailnya punya garis putih di bola mata hitam sebesar lidi, namun pada tanggal 29 Desember 2010 tempo hari, baru istri saya coba bawa lagi ke RS Umum Bukit Rata Lhokseumawe, mereka pun cuma bisa kasih obat tetes..saja,
biaya pengobatan ke lhokseumawe dan ke medan dg kami gadaikan sebuah motor Honda pada orang tua saya, juga pinjaman dari mertua, juga sedikit bantuan dari teman teman dan keluarga.
Disini juga kami minta maaf sebelumnya, karena pada saat itu saya bekerja di PT. Pulo Gadeng Lamlagang Banda Aceh. Karena gajipun saya belum mengambilnya selama delapan bulan, dengan Gaji total 2.100.000,- ( dua juta seratus ribu), hanya sedikit pinjaman, saya mencoba hubungi keuangan, namun mereka tidak bisa membantu saya, karena keuangan perusahaan lagi tidak ada katanya, hingga saat ini gaji saya pun belum dibayar dari PT. PULO GADENG.
Adapun Penanggung Jawab Perusahaan pada saat itu adalah :
1. direktur utama : Muzakir Manaf
2. direktur : H. Tarmizi yusdja
3. Direksi : Zulkifli Bin Ubit
4. Keuangan : TM.Nur
Meski saya sudah melakukan pendekatan dan berbicara pada 3 orang penanggung jawab perusahaan pada saat itu kecuali yang belum saya temui beliau, Mualem ( Tgk. Muzakir Manaf ) sebagai direktur utama, hingga berlarut larut selama 2 th lamanya saya bersabar untuk itu, namun gaji saya juga belum ada yang mau bayar. Bagi teman yang bisa Bantu tolong sampaikan ini pada Beliau, mungkin beliau bisa membantu saya.
saya berfikir coba untuk terus berusaha mandiri sampai saat ini jg belum mampu melanjutkan pengobatan anak kami, karena belum ada uang, karena gaji saya kerja sebagai buruh kasar hanya sekitar 400 ribu perbulan. Sampai saat ini saya kerja sebagai tukang cuci piring dijakarta demi sibuah hati.. semoga Allah Merizhai atas Semua ini. Amin..
Saya juga berharap kepada Bapak Gubernur Aceh dan Bapak Pupati dan Wakil Bupati Aceh Utara agar dapat memberi jalan untuk semua ini..semoga !!
hingga saya publish tentang ini dimedia internet dan media facebook untuk butuh kepedulian saudara dan masyarakat yang mau membantu saya seikhlasnya agar kami mampu mengobati anak anak kembali :
Ini no rekening atas nama istri saya :
NILAWATI
BANK PBD Cab. Krueng Mane Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara. Nad
No Rekening : 035-02-02-572627-1
No Hp : 085215901925
Barang kali anda dan saudara ada waktu bagus kunjungilah ketempat kami, kami mengucapakan terima kasih banyak atas uluran tangan saudara dan teman teman di media internet.. semoga amal baik anda dirizhai ALLAH Swt. Amin.
Kami selalu membutuhkan motivasi dan dukungan moril dari kawan kawan..wasalam..