Home > News > Feature > Mencegah Katastropik yang Menghancurkan

Mencegah Katastropik yang Menghancurkan

Sejarawan Perancis, Alexis de Tocqueville penulis buku De la démocratie en Amérique (Demokrasi di Amerika) pada tahun 1835, menggambarkan bagaimana orang-orang Amerika menganggap kekayaan sebagai sesuatu yang dipuja dan dikejar, bukan hal yang harus dicemooh dan di redistribusi. ”Kesetaraan yang permanen atas kepemilikan,” tulis Tocqueville.

Gagasan atas pemikiran ini terus melekat, setidaknya sampai berakhirnya Perang Dingin dan rontoknya kekuatan ideologi komunis bersamaan dengan rontoknya Tembok Berlin saat memasuki dekade 1990-an.

Lalu ada gagasan Vladimir Lenin, almarhum mantan pemimpin Uni Soviet, mengenai komandnye vysoty (lazim diterjemahkan sebagai commanding heights) tahun 1924 tentang penguasaan dan dominasi aktivitas ekonomi, terutama produksi. Ini juga kelak menjadi dasar ekonomi liberal junjungan para pemimpin Barat, terutama almarhum mantan Presiden AS Ronald Reagan, mantan PM Inggris Margaret Thatcher, dan mantan PM Yasuhiro Nakasone yang menciptakan fondasi ekonomi pasar dan demokrasi liberal di bidang politik.

Globalisasi abad ke-21 mengubah keseluruhan pemahaman liberalisme. Ini tidak lagi berbenturan dengan ideologi sosialistis seperti pada era Perang Dingin. Liberalisme menjadi rumit dan menjadi bumerang bersamaan dengan munculnya krisis zona euro dan AS.

Ada yang berubah. Kebangkitan China tidak bisa dibendung secara ekonomi. Model pertumbuhan ekonomi pun berubah, tidak lagi dominasi ekonomi liberal yang dijagokan selama beberapa dekade ini.

Perdebatan soal ini juga berlangsung dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. Perdebatan meruncing antara kapitalisme liberal sesuai gagasan tiga sekawan, Reagan, Thatcher, dan Nakasone, versus kapitalisme negara dengan basisnya di China dan Rusia pemilik kekuatan BUMN yang meluas.

China berubah, dunia pun berubah. Di sisi China, belum pernah ada upaya ekonomi sehingga bisa sampai lebih dari 400 juta jiwa berhasil terangkat dari kemiskinan absolut. Inilah buah keberhasilan modernisasi pembangunan dan reformasi ekonomi yang dijalankan selama tiga dekade di China.

Krisis ekonomi global sekarang ini berbeda dengan Depresi Besar tahun 1929-1933 di AS, karena sifat dan skalanya yang juga berbeda. Memang kelesuan ekonomi dan keuangan dulu dan sekarang bersifat sistemis, tetapi secara prinsip berbeda satu sama lain.

Krisis ekonomi menjelang Perang Dunia II ketika itu mewakili keruwetan berbagai institusi keuangan, ekonomi, sosial, dan politik di Amerika dan negara-negara yang terkait dengan kawasan itu. Sedangkan kawasan lain, mencakup negara China, India, dan Uni Soviet, lama tidak terkena dampak Depresi Besar tersebut. Artinya, krisis itu bersifat regional. Dan upaya satu negara saja, khususnya AS, cukup untuk mengatasi persoalan tersebut.

Diuntungkan

Sekarang persoalannya berbeda. Integrasi Uni Eropa (UE) belum mencapai titik optimum, termasuk sistem keuangannya. Utang yang menumpuk di negara-negara UE, termasuk AS, sangat masif. Di sisi lain, ada kecemburuan negara-negara Barat yang melihat Asia memiliki rumusan efektif untuk mempertahankan dan melindungi pertumbuhan ekonominya, khususnya China.

Berbagai tuduhan pun dilontarkan, mulai dari persoalan depresiasi mata uang yuan, krisis nuklir Iran, terorisme, hak asasi manusia, hingga berbagai persoalan lain, termasuk ketimpangan perdagangan. Ketidakseimbangan struktural China-AS telah mendorong terjadinya berbagai ketegangan. Para politisi dan akademisi AS melihat hubungan persoalan ini dengan Beijing sebagai zero-sum games, dia atau saya yang hidup.

Total defisit perdagangan AS dengan China diperkirakan mencapai 300 miliar dollar AS atau sekitar 40 persen dari total perdagangan kedua negara. Kenyataannya, statistik perdagangan kedua negara ini sering kali menyesatkan. Ambil iPad sebagai contoh. Produk merek Apple ini adalah buatan perusahaan AS, tetapi dirakit di China oleh Foxconn, perusahaan asal Taiwan.

Apple mendapat keuntungan 30 persen dari harga iPad yang dijual, sedangkan China hanya memperoleh 2 persen keuntungan untuk biaya buruh dan manufaktur. Kecilnya kontribusi iPad bagi China, menurut berbagai penelitian, menunjukkan sebenarnya AS sangat diuntungkan oleh produk yang dibuat dan dijual di China. Ekonomi AS tetap diuntungkan oleh perusahaan multinasional AS yang beroperasi di China dan menjual produknya secara global.

Katastropik

Sekarang ada kecenderungan ekonomi pasar bergeliat dan bergerak ke arah yang tidak menentu dan dibarengi oleh kegagalan pemerintah untuk meregulasinya. Perdebatan kapitalisme pasar dan kapitalisme negara menunjukkan ekonomi pasar global sekarang ini bergerak jauh lebih cepat dibandingkan dengan kapasitas pemerintah untuk memahaminya.

Sistem demokrasi liberal dalam politik global ditusuk dan diporakporandakan oleh krisis keuangan pada saat globalisasi bergerak menuju integrasi ekonomi. Yang paling parah, krisis zona euro telah melenyapkan pemerintahan seperti kekosongan politik yang terjadi di Belgia selama hampir dua tahun terakhir ini.

Sistem internasional yang berlaku sekarang ini adalah relik masa lalu yang usang dan tidak mampu untuk menjawab tantangan krisis ekonomi keuangan global yang dihadapi Barat. Konflik globalisasi tidak lagi antara demokrasi liberal melawan komunisme, tetapi konflik kekayaan di dalam negara-negara makmur yang ditandai oleh rontoknya Lehman Brothers.

Ketika AS mencari terobosan-terobosan baru melalui perang di Afganistan dan Irak, kebijakan sumbu (pivot) dengan menempatkan pasukan Marinir AS di Darwin (Australia), maupun pembentukan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang dilihat sebagai arogansi negara makmur, konflik globalisasi menjadi tidak terbendung.

Hubungan antara China dan negara-negara makmur akan menjadi sangat menentukan arah globalisasi ketika keterbukaan ekonomi dan perdagangan bebas di tengah praktik kapitalisme negara yang tidak memiliki preseden sebelumnya.

Kehancuran bersama, yang dipastikan (mutual assured destruction) dalam Perang Dingin dengan persenjataan nuklir yang mampu menghancurkan dunia berkali-kali, menjadi prinsip penting bagi perkembangan ekonomi global dewasa ini untuk mencegah terjadinya situasi katastropik.

Source : Kompas.com

Posted with WordPress for BlackBerry.

You may also like
Demokrasi Bisa Disesuaikan Budaya Lokal
Perlu Kehadiran Calon Perseorangan
“Fashion Democracy”
Kepemimpinan di Daerah Tak Efektif

Leave a Reply