Home > News > Feature > Politikus Berjualan Padi untuk Menarik Perhatian Masyarakat

Politikus Berjualan Padi untuk Menarik Perhatian Masyarakat

M.Nizar Abdurrani /TheGlobeJournal.com

Banda Aceh – Masih ingat dengan skandal padi Supertoy yang terjadi setahun lalu? Padi Supertoy yang dijanjikan dapat dipanen hingga tiga kali tanpa perlu menanam ulang ternyata “letoy” sebab kenyataannya hanya dapat di panen 1 kali dengan tingkat produksi dibawah rata-rata. Skandal padi Supertoy menyeret nama presiden SBY sebab pemrakarsanya adalah salah seorang staff kepresidenan. Ternyata kebiasaan politikus “berjualan”padi bukanlah hal baru di Indonesia sebab sebelumnya selalu saja dilakukan oleh berbagai rezim pemerintahan.

Seorang pengamat pertanian Aceh, Isnaini A.Djalil, mengemukakan hal tersebut secara gamblang kepada The Globe Journal, Sabtu (23/5). Pernyataan ini diungkapkannya setelah melakukan diskusi dengan para ahli pengembangan varitas padi di Indonesia Rice Institute (IRI) Jawa Barat. Menurutnya isu varitas padi menjadik isu yang sangat menjual mengingat 70% penduduk Indonesia adalah petani.

“Selalu ada politisi yang mengklaim padi jenis tertentu sebagai produk hasil inovasi kelompok mereka untuk mencari dukungan masyarakat contohnya padi Supertoy,”ujar Isnaini. Saat kasus Supertoy meledak, pihak IRI merasa heran dengan keberadaannya. Asal-usul Supertoy tidak jelas, kapan varitas ini di teliti tidak dapat dilacak.

“IRI butuh waktu 7 tahun untuk menghasilkan satu varitas unggulan baru. Setelah itu varitas baru ini masih harus  diujicobakan di 16 wilayah yang berbeda, kemudian jika uji coba berhasil diberi sertifikat baru setelah itu dilemparkan ke pasar,”Isnaini memberikan penjelasan. Jadi kemunculan Supertoy menurutnya sangat tidak masuk akal.

Sebelumnya ternyata ada varitas padi yang diberi nama “Sinta Nur” yang merupakan singkatan dari Sinta Nuriyah, nama istri Gus Dur, presiden RI saat itu. Pada masa pemerintahan Megawati juga ada satu varitas unggulan yang diberi nama MSP. Ini merupakan kependekan dari nama ketua partai PDI-P tersebut yaitu Megawati Soekarno Putri. “Galur (cikal-bakal-red) padi ini di ambil dari IRI kemudian mereka mengembangkan sendiri dengan mengklaim padi tersebut hasil inovasi mereka,”ujarnya.

Pada masa pemerintah JK juga ada pihak-pihak yang ingin mengembangkan padi “politik”. “Pihak Artha Graha, konglomerasi pimpinan Tomy Winata, meminta lahan sebesar 2 ha milik IRI dengan tujuan pengembangan varitas padi juga katanya,”ujar sarjana pertanian lulusan Unsyiah ini. Namun hingga kini pihak Artha Graha belum diketahui secara pasti hendak diapakan hasil penelitian mereka nantinya.

Leave a Reply