TGK Azwar bin Muhammad (31) seorang warga Desa Blang Weu, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, belum lama ini menemukan kepingan emas murni berbentuk koin. Kepingan uang yang bagi masyarakat desa sering menyebutkan dengan nama “Dirham” ditemukan oleh ibunya di areal bukit yang tak jauh dari belakang rumahnya.
Peneliti sejarah kebudayaan Islam di Lhokseumawe, Tgk Taqiyuddin Muhammad mengatakan, penemuan kepingan uang emas di jajaran kerajaan pase bukan pertamakali. Tapi, sejak puluhan tahun lalu mungkin sudah ratusan kepingan emas atau dirham ditemukan dalam kawasan kerajaan Islam Pase. Baik di Aceh Utara, Lhokseumawe dan Aceh Timur selalu ditemukan kepingan dirham.
Sementara kepingan emas yang terakhir ditemukan Azwar dan kini disimpan dengan baik, kata Tgk H Taqiyuddin, dari kepingan uang dirham itu terlihat bagian permukaan terdapat inskripsi bertulis “Abdul Jalil Malik Azh-Zhahir.” Sementara pada sisi muka yang lain bertulis “As-Sultan Al-‘Adil” sebagaimana lumrahnya dirham-dirham peninggalan kerajaan Samudra Pasai.
Dirham itu diperkirakan dicetak atas nama dan pada masa Sultan Abdul Jalil berkuasa di Samudra Pasai (Sumatra) ini adalah yang pertama ditemukan dan baru kali dipublikasikan. Dirham ini memang baru diserahkan, tapi sebenarnya dirham tersebut tak pernah termuat sebelumnya dalam berbagai kajian numismatik mengenai mata uang kerajaan-kerajaan di Aceh, termasuk dalam karya tulis almarhum Prof. DR. Ibrahim Alfian: Mata Uang Emas Kerajaan-kerajaan di Aceh, 1979, kata Taqiyuddin.
Menurut Taqiyuddin, nama sultan yang tertera pada dirham tersebut sudah dijumpai pada salah satu nisan makam di komplek pemakaman kesultanan di Blang Me, kecamatan Samudera, Aceh Utara, beberapa tahun lalu. Yakni pada inskripsi nisan makam seorang wanita bernama Yuhan (Yuan) Fathimah yang wafat pada 894 H/1489 M. Lewat inskripsi pada makam tersebut diketahui Sultan ‘Abdul Jalil adalah putera Sultan Zainal ‘Abidin bin Ahmad yang bergelar “Ra-ubabdar”, ujar Taqiyuddin.
Sebelum dijumpai koin emas ini, Taqiyuddin menduga bahwa Sultan ‘Abdul Jalil telah diberikan tugas memerintah di Borneo (Brunei Darussalam) oleh ayahnya. Dugaan ini didasari oleh sebab tidak ditemukan nisan makamnya di berbagai komplek pemakaman kesultanan Samudra Pasai yang ada di sepanjang pesisir utara Sumtera. Namun setelah penemuan koin ini, kita telah dapat memastikan bahwa Sultan ‘Abdul Jalil telah memerintah kerajaan Samudra Pasai sebagaimana saudara-saudaranya yang lain dari keturunan Zainal ‘Abidin Ra-ubabdar yang juga digelar dengan “Al-Malik Azh-Zhahir”. Dapat diperkirakan bahwa ia memerintah pada tahun-tahun penghujung abad ke-15 masehi.
Nama Abdul Jalil juga disebut dalam Hikayat Raja-raja Pasai (Kronika Pasai). Dalam Hikayat itu dituturkan bahwa Tun ‘Abdul Jalil adalah putera Sultan Ahmad Perumdal Perumal yang beparas sangat tampan. Ketampanannya membuat puteri Ratu (Penguasa) Majapahit jatuh hati. Namun kemudian Ahmad membunuh Tun ‘Abdul Jalil lantaran menginginkan puteri Majapahit itu untuk dirinya. Sang puteri kecewa atas kematian Abdul Jalil lalu ia memutuskan untuk menenggelamkan dirinya beserta pengikutnya yang setia di perairan depan kuala Jambo Aye (Jambur Ayir). Peristiwa itu membuat Ratu Majapahit marah dan menyerang Samudra Pasai. (ibrahim Achmad)
Source: Serambi Indonesia