Tokyo – Kedengarannya seperti dalam kisah film fiksi, tapi rencana badan luar angkasa Jepang benar-benar serius: Tahun 2030 mereka akan menangkap energi matahari di luar angkasa dan mengirimkannya ke bumi lewat sinar laser atau gelombang mikrowave. Demikian dilansir oleh AFP, Minggu (8/11).
Pemerintah Jepang baru saja memilih sekelompok perusahaan dan tim peneliti yang ditugaskan untuk mencapai ambisi tersebut, mimpi bernilai miliaran dollar, untuk menghasilkan energi bersih dalam jumlah tak terbatas dalam beberapa dekade mendatang.Dengan sedikit sumber energi yang mereka miliki dan ketergantungan yang tinggi pada import, Jepang telah lama ingin menjadi terdepan dalam hal energi matahari dan energi terbaharukan lainnya. Tahun ini Jepang telah menetapkan target ambisius pengurangan emisi gas rumah kaca.
Tetapi rencana Jepang paling berani hingga hari ini adalah pembangunan Space Solar Power System (SSPS), yang berupa serangkaian panel Photovoltaic berukuran beberapa kilometer persegi yang melayang-layang di orbit geostasiun, jauh di atas atmosphere bumi.
“Karena energi matahari bersih dan merupakan sumber yang tak terbatas, kami yakin sistem ini akan mampu membantu memecahkan persoalan kekurangan energi dan pemanasan global,” kata peneliti pada Mitsubishi Heavy Industries, salah satu partisipan proyek dalam laporannya.
“Sinar matahari melimpah ruah di luar angkasa.”sebut laporan tersebut.
Panel solar akan menangkap energi matahari, yang paling tidak lima kali lebih kuat di luar angkasa dibandingkan dengan di bumi, dan memancarkannya ke bumi melalui sinar laser atau microwave. Energi ini akan di kumpulkan oleh antenna parabola raksasa, yang ditempatkan dilokasi tertentu di laut atau di dam, kata juru bicara Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) Tadashige Takiya.
Peneliti mentargetkan sistem satu gigawatt, ekuivalen dengan pembangkit listrik tenaga nuklir ukuran menengah, yang akan menghasilkan listrik dengan harga delapan sen per Kwh, enam kali lebih murah dari tarif di Jepang sekarang.
Berbagai tantangan, termasuk membawa komponen ke luar angkasa, bisa muncul luar biasa besar, tetapi Jepang telah menjalankan proyek ini sejak tahun 1998, bersama 130 peneliti yang melakukan riset di bawah pengawasan JAXA.
Bulan lalu, Menteri Ekonomi dan Perdagangan bersama Menteri Sain dan Teknologi, membuat satu langkah maju menuju realisasi proyek dengan memilih beberapa perusahaan teknologi terkemuka Jepang untuk melaksanakan proyek. Konsorsium ini diberi nama Institute for Unmanned Space Experiment Free Flyer, beranggotakan Mitsubishi Electric, NEC, Fujitsu dan Sharp.
Roadmap proyek terdiri dari beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum peluncuran penuh di tahun 2030.
Dalam waktu beberapa tahun, “Sebuah satelit yang didesain untuk mencoba transmisi microwave akan ditempatkan pada orbit rendah dengan roket Jepang,” kata salah satu kepala peneliti JAXA Tatsuhito Fujita.
Langkah selanjutnya, diharapkan terjadi sekitar 2020, akan diluncurkan sebuah struktur besar Photovoltaic dengan kapasitas sepuluh megawatt, diikuti dengan sebuah protipe berukuran 250 megawatt.
Langkah ini akan membantu mengevaluasi kemampuan keuangan proyek, dimana hasil akhirnya adalah untuk menghasilkan listrik murah yang mampu bersaing dengan teknologi alternative lainnya.
JAXA mengatakan teknologi transmisi aman tetapi mengakui harus terlebih dahulu meyakinkan publik, yang sering mengkaitkan gambaran sinar laser akan ditembakkan dari luar angkasa, memanggang burung-burung atau memotong pesawat yang sedang terbang.
Menurut penelitian yang dilakukan JAXA tahun 2004, kata “laser” dan “microwave”, merupakan kata yang paling banyak mendapat perhatian diantara 1000 orang responden penelitian. (m. nizar abdurrani)
Sangat luar biasa…ide yang sangat cemerlang. Perlu didukung dengan penelitian-penelitian lanjutan terutama bagaimana menjinakkan sinar laser yang ramah terhadap lingkungan.