Home > Education > Journal > Separuh Lebih Usulan Guru Besar Ditolak

Separuh Lebih Usulan Guru Besar Ditolak

Tampak depan Gedung Rektorat Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, Selasa (17/1/2023).

JAKARTA, KOMPAS– Selama tiga tahun ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerima 7.598 usulan guru besar. Namun, dari ribuan pengajuan tersebut ada 64 persen ditolak dengan berbagai alasan, salah satunya pelanggaran etika akademik.

Di rentang waktu itu 2020-2022, Kemendikbudristek meloloskan usulan 36 persen dari total pencalonan yang masuk. Angka ini setara dengan 2.736 usulan. Usulan yang lolos dari penilaian tim pusat ini tidak ada perbaikan dan dianggap memenuhi syarat sebagai guru besar.

Adapun yang gagal seleksi, masih ada kesempatan berikutnya selama mereka memperbaiki hal-hal yang dinilai kurang. Jika perbaikannya berat, nunggu publikasi artikel ilmiah lagi. Bisa memakan waktu tiga tahun lagi. Tetapi kalau ringan, mereka bisa nunggu beberapa bulan saja, kata Direktur Sumber Daya Kemendikbudristek Mohammad Sofwan Effendi, Selasa (24/1/2023).

Menurut Sofwan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan pengajuan guru besar ini ditolak, di antaranya karena jurnalnya tidak bagus, relevansi keilmuannya tidak cocok, pelanggaran etika akademik, dan sisanya berkaitan karena masalah administrasi.

Dalam penilaian calon guru besar, Kemendikbudristek mempertimbangkan kualitas jurnal tempat artikel ilmiah. Pertimbangan berikutnya menyangkut relevansi keilmuan antara penulis dan jurnal. “Kalau dalam guru besar, minimal ada tiga keselarasan yaitu sesuai S3, sesuai bidang penugasan, dan sesuai dengan bidang yang ditulis,” tutur Sofwan.

Hal yang tidak kalah penting adalah bebas dari pelanggaran etika akademik. Adapun terkait pelanggaran etika dosen dalam pencalonan guru besar, saat ini Kemendikbudristek sedang memeriksa laporan dugaan pelanggan integritas seorang dosen di Jawa Timur. “Saat ini kami terima laporan seperti itu dari Provinsi Jawa Timur. Tetapi kami belum bisa buka, sekarang sedang berlangsung klarifikasi,” kata Sofwan.

Pelaksana Tugas Rektor Universitas Lampung M. Sofwan Effendi mengukuhkan 19 guru besar di Gedung Serba Guna Unila, Rabu (30/11/2022).

Dosen tersebut sudah mendapat surat keputusan (SK) sebagai guru besar karena memenuhi syarat administratif. Jika laporan dari warga terbukti adanya pelanggaran integritas, SK guru besar dosen itu dapat ditinjau ulang.

Salah satu contoh penolakan syarat guru besar dialami dosen Universitas Brawijaya (UB), Malang berinisial AK. Berdasarkan informasi dari salah satu staf kampus, AK ditunda pengajuan guru besarnya karena ada masalah dalam artikel ilmiahnya. “Jadi ia membuat artikel dan mengaku sebagai penulis pertama. Padahal, artikel tersebut dibuat oleh mahasiswa bimbingannya. Mahasiswanya tidak terima dan melaporkan hal tersebut,” ujar salah satu staf kampus UB.

Staf kampus tersebut mengungkapkan, AK sudah mendapat surat peringatan dari rektorat agar tidak mengulangi perbuatannya. Ia pun masih bisa mengajukan pencalonan guru besar jika telah memperbaiki artikelnya yang bermasalah.

Ketika dikonfirmasi terkait hal ini, AK tidak berkomentar banyak. Ia merasa tidak pernah mendapat info terkait penundaannya sebagai guru besar. “Mohon maaf, info seperti ini tidak pernah saya dengar sebelumnya karena dalam hal penulisan artikel sampai saat ini tidak ada masalah antara saya dengan tim penulis,” ujarnya.

Situasi di sekitar bundaran area dalam Universitas Brawijaya, Malang, Senin (6/2/2023). Tim Investigasi Harian Kompas menemukan indikasi adanya pelanggaran integritas yang dilakukan dosen senior dalam membuat karya ilmiah.

Kompas menemukan kasus serupa di UB. Seorang dosen berinisial AW terindikasi menggunakan riset mahasiswanya untuk artikel jurnal internasional. Kemunculan nama dosen senior tersebut dapat menambah angka kredit yang bisa dipakai untuk promosi kenaikan pangkat dan jabatan, termasuk menjadi guru besar. Namun AW menampik melakukan pelanggaran integritas. “Yang jelas, mereka-mereka yang melaporkan saya, dan memberi informasi yang tidak benar, adalah orang-orang yang tidak suka ama saya,” kata AW.

Tidak mudah 

Bagi sebagian dosen, untuk memenuhi syarat sebagai guru besar tidak mudah. Sebab yang bersangkutan harus mampu menerbitkan artikel di jurnal internasional bereputasi terindeks Scopus Q1 sebagai penulis utama. Calon guru besar berinisial S dari Universitas Negeri Padang perlu waktu sekitar 10 bulan menunggu artikel ilmiahnya terbit di jurnal internasional. “Artikel saya sempat ditolak tiga kali di beberapa jurnal internasional. Saya dapat pelajaran dari hal itu karena pengelola jurnal menolak dengan catatan,” katanya.

S mengatakan, untuk menembus jurnal dengan kategori Q1 memang sangat sulit. Ia bersyukur karena pihak kampus memfasilitasi biaya untuk penerbitan artikel yang akan ia publikasi ke jurnal internasional.

“Perguruan tinggi asal calon guru besar memainkan peran penting dalam proses seleksi. Pihak kampus, dinilai paling memahami rekam jejak dosen baik dari sisi akademik maupun integritasnya. Usulan profesor itu dimulai di tingkat fakultas. Orang yang diusulkan sebagai guru besar pasti diketahui semua orang fakultas. Sehingga kapabilitasnya diketahui orang-orang fakultas,” kata Syamsul Rizal, angota Tim Penilai Jabatan Akademik Dosen Kemendikbudristek

Sayangnya, mekanisme penilaian di level kampus tidak berjalan semestinya. Banyak pihak yang segan membicarakan kapasitas seseorang karena dianggap sebagai kolega sendiri. “Saya tidak tahu caranya, bagaimana menyelesaikan di level internal. Akhirnya banyak yang menyerahkan di level pusat. Jika dapat gelar profesor, itu rezeki dia. Fenomena ini akan berjalan terus. Indikasi-indikasi pelanggaran integritas tetap ada, tetapi dosen tidak berani bicara,” kata profesor fisika kelautan di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh itu.

Editor: KHAERUDIN

Source : Kompas.id

You may also like
Ada Peran Joki di Balik Karya Ilmiah Dosen
Ruang Abu-abu Tim Percepatan Guru Besar
Jalan Terjal Para Dosen Menembus Jurnal Internasional
Laporan Investigasi: Calon Guru Besar Terlibat Perjokian Karya Ilmiah

Leave a Reply