BLANGPIDIE – Menjelang pelaksanaan Pemilu sekitar April 2009 mendatang, sejumlah “agen” jual beli suara mulai gentayangan di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Mereka mendatangi sejumlah calon anggota legislatif (caleg) dan pemilih dengan memasang tarif berkisar antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu untuk satu suara.
Penelusuran Serambi dalam beberapa hari terakhir, beberapa caleg mengaku didatangi beberapa orang yang mengaku tokoh di daerah tertentu. Mereka mengklaim memiliki puluhan sampai ratusan pemilih yang siap diarahkan kepada caleg tertentu. Syaratnya, si caleg harus membayar Rp 50 ribu sampai Rp 100 persuara.
Di luar itu, ada juga pihak yang datang kepada caleg mengaku dari panitia santunan anak yatim. “Setelah memperkenalkan diri dan bicara soal sengit pertarungan caleg, orang tersebut meminta sumbangan anak yatim,” kata seorang caleg yang enggan disebut namanya kepada Serambi, Senin (2/2).
Informasi lainnya, selain “agen” jual suara, dalam masyarakat juga berkeliaran beberapa “agen” yang siap “menampung/membeli” suara. Mereka diduga utusan caleg tertentu. Masih menurut warga, para agen itu tidak segan-segan untuk menawar dengan harga lebih tinggi. “Bila ada yang bayar Rp 25 ribu, kami berikan Rp 50 ribu. Jika memang ada yang menawar Rp 50 ribu, kami siap Rp 100 ribu persuara,” kata seorang warga.
Meski belum bisa dibuktikan secara akurat, sejumlah caleg mengaku sangat resah dengan praktek money politic (politik uang) ini. Mereka berharap pengawas pemilu (panwaslu) mengawasi secara ketat setiap tahapan pemilu, termasuk tentang isu permainan politik uang, sehingga Pemilu 2009 di Abdya berlangsung secara demokratis, aman, tertib, dan sukses.
Selain isu politik uang, sebagian besar caleg yang bertarung dalam Pemilu 2008 di Abdya (berjumlah lebih 450 orang dari 34 partai politik), kini juga semakin gencar melakukan upaya “tebar pesona” dalam masyarakat. Beberapa warga mengaku melihat adanya perubahan drastis dari beberapa anggota dewan yang kembali mencalonkan diri dalam Pemilu 2009.
“Mereka kini sangat murah senyum ketika mengunjungi desa-desa. Dalam pembicaraan dengan masyarakat selalu menyentuh hal-hal warga lapisan bawah. Malah, ada caleg mulai jadi dermawan dengan menyumbang kepada panitia pembangunan masjid dan kegiatan sosial lainnya,” ungkap seorang warga Blangpidie.
Sanksi berat
Ketua Pokja Kampanye KIP Abdya, T Umar yang dikonfirmasi Serambi, Senin (4/2), mengaku belum mendapat informasi tentang adanya “agen” jual beli suara dalam masyarakat. Bila informasi itu benar adanya, kata T Umar, merupakan sebuah pelanggaran dengan sanksi cukup berat.
Pasal 84 huruf j Undang-Undang Nomor 10/2008 tentang Pemilu disebutkan, dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye. Kemudian pasal 88 mengatur tentang sanksi tegas atas pelanggaran larangan kampanye. Pasal tersebut menjelaskan, putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tentang pelanggaran dimaksud, maka KPU dapat mengambil tindakan, pertama pembatalan nama caleg dan kedua, pembatalan penetapan caleg, demikian T Umar.(nun)
Source : Serambi Indonesia, 3 Februari 2009