SOLO–MI: Indonesia kedepan perlu menerapkan sistem multipartai sederhana. Jumlah partai politik perlu dirampingkan, karena jika terlalu banyak akan membuka peluang konflik politis menjadi lebih besar.
Wacana itu dikemukakan tokoh politik yang juga mantan ketua umum Partai Golkar, Akbar Tandjung dalam paparannya pada seminar nasional “Mewujudkan Kemandirian Bangsa Berdasarkan Nilai-Nilai Islam Berkemajuan’ di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jumat (12/12).
“Selain itu, multipartai sebetulnya bersifat kontraproduktif dengan sistem presidensial yang dianut sekarang. Karena presiden dipilih langsung oleh rakyat. Berbeda dengan parlementer dimana anggota parlemen merupakan cerminan kekuatan partai”, katanya.
Akbar menyarankan jumlah partai politik sebaiknya dibawah sepuluh saja. Atau kalau mau lebih ideal maksimal lima. Bisa dengan dua partai nasionalis pluralis dan tiga partai agama atau sebaliknya. Dengan jumlah partai yang lebih kecil maka pengelolaannya bisa dilakukan lebih baik. Sehingga energi yang ada bisa lebih difokuskan pada pengelolaan negara.
Meski demikian, lanjut dia, hal ini tidak perlu dipaksakan seperti yang pernah dilakukan pada masa orde baru. Ia lebih setuju jika upaya tersebut tumbuh dari kesadaran masing-masing partai politik itu sendiri. Karena semua partai pada intinya memiliki fungsi dan tujuan yang sama, membawa kehidupan bernegara menjadi lebih baik.
Menanggapi masih adanya sejumlah pihak yang mempertentangan partai nasionalis dengan agama. Mantan Ketua DPR RI ini menegaskan pendikotomian seperti itu sudah tidak relevan di masa sekarang ini.
Demikian pula mengenai pendapat yang memperdebatkan antara sistem demokrasi dengan Islam. Karena meski bukan sistem pemerintahan yang baik. Tapi belum ada yang lebih baik daripada demokrasi.
“Menurut hemat saya, yang mendesak dilakukan saat ini adalah bagaimana merubah demokrasi itu untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat”, tandasnya. (FR/OL-02)
Source : Media Indonesia
