Jakarta, Kompas – Penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang tinggi justru akan mempercepat terciptanya politik kartel. Apalagi, infrastruktur politik di Indonesia belum tertata dengan baik.
Pendapat tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta di Jakarta, Jumat (17/6). Menurut dia, ambang batas tinggi hingga 5 persen memang ideal untuk menyederhanakan sistem kepartaian.
Namun, mayoritas partai politik (parpol) di Indonesia belum siap menghadapi ambang batas tinggi. ”Kalau dipaksakan menggunakan ambang batas tinggi, terciptanya kartel dalam politik akan lebih cepat,” katanya.
Politik kartel biasanya tercipta dari koalisi antarelite politik. Para elite parpol bergabung atau berkoalisi untuk meminimalisasi kerugian yang mungkin didapat dalam praktik politik. Parpol cenderung memilih berkoalisi dengan parpol lain meski berbeda ideologi atau kepentingan. Dengan demikian, suara oposisi dalam pemerintahan akan hilang.
PKS berpendapat, kenaikan ambang batas memang diperlukan untuk memperketat seleksi parpol masuk parlemen. Namun, kenaikan ambang batas seharusnya dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu, PKS mengusulkan ambang batas parlemen dinaikkan dari 2,5 persen menjadi 3 persen, bukan 5 persen seperti diusulkan Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
”Angka 3 itu merupakan jalan tengah. Parpol lain ada yang mengusulkan 2,5 persen, ada yang 4 persen, dan ada yang 5 persen,” ujar Anis.
Usulan ambang batas 3 persen itu merupakan bentuk toleransi PKS kepada parpol-parpol lain, termasuk parpol baru yang ingin mengikuti Pemilihan Umum 2014. Jangan sampai angka ambang batas justru menutup peluang parpol untuk turut berperan di parlemen.
Anis berharap Badan Legislasi (Baleg) segera menyelesaikan perdebatan mengenai usulan angka ambang batas. Prinsip representasi serta toleransi harus dikedepankan dalam menetapkan usulan ambang batas parlemen yang dicantumkan dalam draf RUU Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu.
Bisa selesai
Sementara secara terpisah Wakil Ketua Baleg Ida Fauziyah memastikan, perdebatan mengenai ambang batas bisa segera diselesaikan. Dengan demikian, penyusunan draf perubahan UU Pemilu dapat diselesaikan paling lambat pekan depan sehingga draf revisi UU Pemilu tersebut sudah bisa disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada akhir bulan ini.
Dalam peluncuran buku Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia di Jakarta, kemarin, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini dan anggota Badan Pengawas Pemilu, Nur Hidayat Sardini, mengatakan, DPR semestinya tidak hanya berkutat pada perdebatan angka ambang batas. Pembahasan RUU tentang Pemilu harus dilanjutkan. Masih banyak isu yang lebih substansial dan menentukan keberhasilan pemilu mendatang. ”Kalau seperti ini, restorasi pemilu tidak akan jalan,” tutur Titi.(INA/NTA)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.