Home > Education > Political Marketing > Antisipasi Kemungkinan Terburuk Pemilu 2014

Antisipasi Kemungkinan Terburuk Pemilu 2014

Jakarta, Kompas – Penyelenggara pemilihan umum dan juga seluruh pemangku kepentingan mesti mengantisipasi skenario terburuk dari pelaksanaan Pemilu 2014. Dengan antisipasi, seluruh pihak diharapkan mampu menyiapkan langkah untuk meminimalkan potensi ancaman dan gangguan terhadap penyelenggaraan pemilu.

Demikian rangkuman pendapat Hanta Yuda AR dari The Indonesian Institute, Ahmad Fauzi Ray Rangkuti dari Lingkar Madani untuk Indonesia, dan Jeirry Sumampow dari Komite Pemilih Indonesia, Sabtu (5/5). ”Pemilu 2014 bisa membawa kabar baik sekaligus berita buruk kalau (potensi masalah) gagal diantisipasi,” kata Hanta.

Ray mengingatkan, Pemilu 2014 tak bisa dijadikan sekadar proses formal biasa yang kehilangan sensitivitas bagi pemenuhan hak pemilih dan penguatan demokrasi. Tidak ada pemilu yang jujur dan adil tanpa desain daftar pemilih yang solid. Realitasnya, penyusunan dan penetapan daftar pemilih merupa- kan salah satu ”penyakit” pemilu yang sulit diperangi.

Praktik dan modus pelanggaran kian canggih, sebagaimana juga praktik politik uang yang di- prediksi kian merajalela. Program KTP elektronik diharapkan bisa membantu pendataan pemilih. Namun, penyelenggara pemilu pun semestinya menyiapkan skenario alternatif.

Menurut Jeirry, Komisi Pemilihan Umum masih akan jadi institusi yang berperan paling penting. Sekalipun ada penguatan di institusi Badan Pengawas Pemilu, pengawasan tetap masih akan dipertanyakan optimalisasinya. ”Sejauh penyelenggara pemilu masih sama perilakunya dengan yang dulu, masalahnya masih itu-itu saja,” kata Jeirry.

Ketiganya sependapat pemberlakuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT) secara nasional menyimpan potensi besar instabilitas politik yang menguatkan potensi konflik di daerah.

Hal itu bakal terjadi manakala ada partai politik yang amat kuat di sebuah wilayah dan menjadi partai pemenang di daerah itu, tetapi terganjal mengisi DPRD provinsi dan/atau DPRD kabupaten/kota hanya karena partai tersebut tak bisa mencapai 3,5 persen total suara sah hasil pemilu anggota DPR.

”Tanda-tanda penolakan beberapa partai dan politisi daerah atas pemberlakuan PT secara nasional sudah terlihat. Kalau tidak diselesaikan baik, akan timbul gejolak politik,” tutur Hanta.

Pemilu 2014, kata Hanta, mungkin saja akan menghasilkan komposisi kualitas dan kredibilitas anggota legislatif yang tidak jauh berbeda dengan pemilu sebelumnya. Dengan fragmentasi makin tinggi, semangat penyederhanaan sistem kepartaian yang didengung-dengungkan mengalami antiklimaks. (DIK)

Source : Kompas.com

Posted with WordPress for BlackBerry.

You may also like
Logika Desain Pemilu
Demokrasi Terancam
Abaikan Aspirasi Lokal
Parpol Membuka Diri

Leave a Reply