Home > Education > Political Marketing > Biar Cerdas, Publik Justru Membutuhkan Kampanye Negatif

Biar Cerdas, Publik Justru Membutuhkan Kampanye Negatif

JAKARTA, KOMPAS.com – Makin maraknya lontaran isu negatif dari satu kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden terhadap kandidat lain menjelang Pemilihan Presiden 8 Juli kerap menimbulkan kontroversi.

Namun, kampanye negatif sebenarnya berguna atau tidak bagi publik? Pasalnya, publik kerap membenci pihak yang melontarkan kampanye negatif. Akibatnya, kampanye negatif justru cemderung menguntungkan pihak yang ‘terdzolimi’.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli mengatakan pada dasarnya kampanye negatif justru berguna untuk mencerdaskan publik sebagai calon pemilih. Kampanye negatif membantu mereka kritis terhadap kelemahan calon pemimpin pilihan mereka nantinya.

Menurut Lili, kultur masyarakat Indonesia sendiri belum dapat menerima kampanye negatif dengan baik sebagai fasilitas untuk mencerdaskannya. Masyarakat malah merespon tidak baik. Ketika ada berita yang memuat kampanye negatif, respon masyarakat justru sinis.

“Padahal dengan kampanye negatif, kita bisa menelanjangi sisi kelemahan calon tertentu sehingga mengubah pilihan pemilih,” tutur Lili dalam konferensi pers bersama Strategy PR di Omah Sendok Jakarta, Senin (29/6).

Tidak dapat disalahkan, tutur Lili, karena kultur masyarakat Indonesia cenderung melankolis. Mudah terbuai. Kultur masyarakat yang demikian juga akhirnya menimbulkan ketakutan kandidat pasangan capres dan cawapres untuk melemparkan kampanye negatif. Mereka takut kampanye model itu justru akan menjadi blunder bagi citranya sendiri. “Di Indonesia, seringnya tidak seperti itu, yang mendapat jelek itu justru yang menyerang,” lanjut Lili.

Apalagi, ungkap dia, sumber pemberitaan kampanye negatif di Indonesia sering tidak diketahui oleh publik. Misalnya, ketika isu neoliberalisme atau jilbab dilemparkan, bukan kandidat yang melemparkan. Bahkan publik cenderung tidak tahu jelas siapa yang melemparkan.

Dia meminta, masyarakat membedakan antara kampanye negatif dengan black campaign atau kampanye hitam yang sifatnya buruk. “Black Campaign itu kan penyebaran isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kalau kampanye negatif berkaitan dengan sisi kelemahan figur, program dan kebijakan sehingga publik mengetahui tidak hanya sisi positif calon tapi juga sisi negatifnya,” tutur Lili.

Source : Kompas.com

You may also like
Dari Prahara Sampai RIP Jokowi: Mengamati Strategi Sun Tzu dalam Kampanye Prabowo dan Jokowi
Ada Desain Jokowi Seolah Dizalimi & Teraniaya
Ada Skenario Untuk Mendegradasi Citra Anas
Politik Kepartaian Kita

Leave a Reply