Home > Education > Political Marketing > Biaya Politik Tinggi untuk Citra Seolah-olah

Biaya Politik Tinggi untuk Citra Seolah-olah

Kemenangan Barack Obama dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2008 menginspirasi banyak pihak. Salah satunya, Trimedya Panjaitan, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

”Saat itu, saya terinspirasi gaya kampanye Obama yang menggunakan berbagai media, terutama media sosial. Dia juga memiliki tim kampanye profesional yang melekat ke dirinya,” kenang Trimedya beberapa waktu lalu.

Trimedya yang berniat kembali duduk di DPR dari Daerah Pemilihan Sumatera Utara II lantas menggunakan konsultan kampanye. Saat itu, banyak lembaga survei menawarkan jasa. Kontrak kerja senilai Rp 1 miliar ditandatanganinya.

Lembaga survei itu memberi banyak masukan tentang bagaimana menampilkan diri dalam foto di baliho atau spanduk dan di mana baliho atau spanduk itu harus dipasang.

Trimedya mengaku sempat dikecewakan lembaga survei tersebut. Namun, Pemilu 2009 mengantarkan Trimedya kembali menjadi anggota DPR. Prediksi lembaga survei tentang perolehan suaranya sedikit banyak sama dengan yang terjadi di lapangan.

Nurul Arifin, anggota DPR dari Partai Golkar, mengaku diberi tahu oleh lembaga survei yang menjadi konsultan partainya tentang perkiraan suara yang akan diperolehnya di Pemilu 2009. Lembaga survei itu juga banyak memberi masukan, misalnya tentang bagaimana harus berpenampilan dan apa yang disampaikan saat berkampanye di di Daerah Pemilihan Jawa Barat VII (Purwakarta, Karawang, dan Bekasi).

”Saat itu, saya tidak memakai lembaga survei sendiri. Partai yang menyediakan. Selama sekitar satu tahun kontrak yang berakhir di pemilu legislatif, lembaga itu membuat empat kali survei di daerah pemilihan saya, yaitu setiap tiga bulan. Hasil survei diberikan sebagai masukan,” kenang Nurul.

Selain masukan dari lembaga survei yang digandeng partainya, Nurul diberi tahu oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa bahwa dia akan lolos ke DPR.

Saan yang juga anggota DPR dari daerah pemilihan yang sama memberi tahu Nurul bukan dari lembaga survei. Saan mendasarkan diri pada informasi lapangan. Saan belum memakai lembaga survei untuk mendukung kampanye pada 2009.

”Pada 2009, saya menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Karawang. Saat itu, setiap turun ke daerah dan bertanya kepada masyarakat tentang siapa yang akan dipilih, banyak yang menjawab Nurul Arifin. Informasi ini menjadikan saya yakin, Nurul lolos ke DPR,” cerita Saan.

Untuk Pemilu 2014, Saan berencana memakai lembaga survei. Dari pengalaman di sejumlah pilkada, masukan lembaga survei amat membantu memprediksi peluang, hingga menentukan materi dan strategi pemenangan.

”Setelah selesai menyusun daftar calon anggota legislatif, pertengahan 2013, Partai Demokrat akan mulai menggunakan lembaga survei untuk mengetahui peluang setiap kandidat di daerah pemilihan dan strategi apa yang harus dipakai untuk menang,” ujar Saan.

Malik Haramain, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, juga berencana memakai lembaga survei dalam Pemilu 2014 seperti partainya.

Mungkin, survei memang banyak membantu kandidat menang. Namun, kebutuhan utama rakyat adalah pemimpin yang jujur, berintegritas, dan tidak korupsi.

Lembaga survei pasti tidak bisa menjadikan pemimpin macam itu selain menampilkan keseolah-olahannya. (NWO)

Source : Kompas.com

Posted with WordPress for BlackBerry.

You may also like
Pemilu Turki, Pengamat: Partai atau Caleg yang Bagi-bagi Sembako dan Politik Uang Tak Dipilih Rakyat
Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres
Jajak Pendapat Litbang “Kompas” : Pemilih Muda Lebih Kritis Memandang Kinerja Parlemen
Muhaimin Iskandar dan Jejak Lihai Sang Penantang Politik

Leave a Reply