Jakarta, Kompas – Daftar calon anggota legislatif sementara untuk kursi Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebaiknya sudah ada dan diumumkan kepada publik 1,5 tahun menjelang pemilihan umum. Hal ini dimaksudkan agar calon bisa mengenali karakter daerah pemilihannya masing-masing.
Dengan calon wakil rakyat diumumkan lebih dahulu, fungsi representasi pun meningkat. Hal ini sekaligus untuk menghindarkan petualang politik yang hanya mengandalkan logistik dan popularitas untuk memenangi pemilu.
Usulan itu disampaikan Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Pemilu dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPR Muhammad Arwani Thomafi, dalam diskusi bertemakan ”Menciptakan UU Pemilu Menuju Pelembagaan Demokrasi Elektoral yang Proporsional dan Berkeadilan”, Minggu (9/10), di Jakarta. Diskusi diadakan di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa.
Arwani mengungkapkan, peningkatan fungsi representasi tidak selamanya selalu berkaitan dengan daerah pemilihan (dapil). Persoalan representasi itu sebenarnya berhubungan dengan bagaimana partai politik sejak awal merekrut calonnya melalui proses yang panjang.
Sebaliknya, Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD) DPR Saan Mustopa mengusulkan perlunya penyempitan dapil untuk menjawab minimnya fungsi representasi anggota DPR saat ini. Representasi DPR terjadi karena cakupan dapil yang luas. Anggota DPR tidak mengenal dapilnya. Konstituen partai pun tak mengenal calonnya. ”Penyempitan dapil penting untuk meningkatkan kualitas wakilnya,” katanya.
Namun, Arwani tidak terlalu memercayai gagasan itu. Menurut dia, penyempitan dapil tidak menjamin terjadinya peningkatan fungsi representasi anggota Dewan. ”Berapa pun disempitkan, tetapi kalau proses kaderisasi di parpol saja mereka tidak paham, yang ada di benak mereka hanya bagaimana menyenangkan partai dan elite partai. Itu yang terjadi pada Pemilu 2009. Kita hanya melahirkan wakil rakyat yang mengandalkan logistik dan popularitas, tak diimbangi kaderisasi parpol. Sistem suara terbanyak harus diimbangi penguatan parpol dengan mempersiapkan calon lebih dini,” ujarnya.
Analis kebijakan publik Rajawali Foundation, Nico Harjanto, menyebutkan, penyempitan dapil tidak banyak memengaruhi pola interaksi dan akuntabilitas politik wakil rakyat. Hal ini setidaknya terungkap dalam sejarah pemilu dari masa ke masa. Pada Pemilu 1955, Indonesia dibagi dalam 16 dapil. Penyempitan wilayah dapil dilakukan pada Pemilu 1971 dan 1977, dengan peningkatan jumlah menjadi 26 dapil. Pada Pemilu 1999 terdapat 69 dapil. Pemilu 2009 meliputi 77 dapil. Namun, ternyata hingga kini sebagian besar wakil rakyat di Senayan tetap berjarak dan kurang aspiratif dengan rakyat.
Pendaftaran calon
Sebaliknya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengungkapkan, partainya akan membuka pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) tahap awal pada Desember mendatang. Partainya memang menargetkan konsolidasi internal pada Desember mendatang, kemudian bersama-sama dengan caleg mendekati konstituen dan bekerja dengan logika politik. ”Bukan dengan logika uang,” papar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu.
Pemilu 2009, lanjut Muhaimin, merupakan pemilu yang paling berat. Selain karena kondisi PKB, sistem yang belum menentu turut memengaruhi hal itu. Penggunaan suara terbanyak baru jelas persis dua bulan sebelum pemilu. Ketidakpastian itu terus berlanjut, bahkan seusai pemungutan suara dengan adanya tiga versi penghitungan untuk tahap kedua dan ketiga. Ketiga versi itu adalah versi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA).
”Pemilu 2014 jangan sampai tidak pasti,” katanya. (ana)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.