Banda Aceh – Kemungkinan besar calon independen bisa batal di Aceh pada Pilkada Desember 2011. Hal ini terungkap setelah Presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Undang-Undang No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan, yang memberikan jawaban tata cara hukum tentang tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan putusan uji materi UU terhadap UUD 1945. “Partai Aceh dan rakyat Aceh berterima kasih Kepada Presiden,” ungkap Juru Bicara Partai Aceh (PA) Fachrul Razi kepada The Globe Journal, Ahad, (18/9).
Dalam pernyataan tertulis disebutkan, dengan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 yang diandatangani pada 20 Agustus lalu atau masa tenang, maka Partai Aceh menganggap UU ini sebagai solusi untuk menyelesaikan kisruh pelaksanaan pilkada Aceh. UU Nomor 12/2011 memberikan jawaban tata cara hukum tentang tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan putusan uji materi UU terhadap UUD 1945. Dalam UU No 12 tahun 2011, pasal 10 ayat 2 bahwa tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi dilakukan oleh DPR atau Presiden. “Dalam UU tersebut secara jelas ditegaskan bahwa putusan MK dalam hal uji materi UU terhadap UUD 1945 tidak dapat serta merta dijalankan terkecuali oleh lembaga negara dalam hal ini DPR RI atau Presiden yang diberikan kewenangan,” tukasnya.
UU ini memperkuat UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 10 ayat 1(a) mengatakan bahwa kewenangan MK ada empat, pertama menguji UU terhadap UUD 1945, kedua memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara,ketiga, memutuskan pembubaran partai politik dan keempat, memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Dalam kewenangan pertama, secara tegas mengatakan bahwa MK melakukan uji materi, dan tindak lanjut dilakukan oleh DPR dan Presiden, sementara 3 kewenangan lainnya dapat dieksekusi langsung. “Dalam kasus Aceh, putusan MK tidak dapat dieksekusi karena MK melakukan uji materi,” ucapnya.
Dalam pasal 10 ayat 2 UU No 12 tahun 2011 dalam penjelasan menegaskan bahwa tindak lanjut atas putusan MK untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum. Artinya, sejauh belum adanya tindaklanjut oleh DPR RI dan Presiden, maka pasal yang diuji masih berlaku sampai adanya perubahan yang baru agar tidak terjadi kekosongan hukum. Dalam kasus Aceh, Amar Putusan MK melakukan uji materi terhadap pasal 256 yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusan ini merupakan uji materi sebagaimana kewenangan MK sebagaimana diatur pada UU No 24 tahun 2003, sementara 3 kewenangan lainnya adalah bersifat memutuskan yang dapat langsung dieksekusi namun untuk uji materi perlu dilakukan tindaklanjut oleh lembaga yang diberikan kewenangan secara hirarki oleh UU sebagaimana amanah UU No 12 tahun 2011.
Jika dikatakan putusan MK bersifat final dan mengikat, namun ada aturan untuk menjalankan putusan MK. Untuk kasus Aceh, putusan Tersebut memiliki keputusan hukum, namun tidak dapat dijalankan sebelum ada tindaklanjut dari lembaga yang berwenang dalam arti disini adalah DPR RI dan Presiden atau disebut dengan Unforcible. “Artinya pasal 256 UUPA masih berlaku sebagai pedoman Pilkada Aceh,” Fachrul Razi
Mengenai pembatalan calon independen pada pilkada Aceh tahuni ini, The Globe Journal sudah memperoleh infomasi seminggu lalu. “Tahun ini tidak ada independen, jika ada, saya bayar Anda Rp 5 juta,” tantang tokoh Aceh di Jakarta yang kenal akrab dengan istana kepada The Gloeb Journal di Plaza Senayan. [003]
Source : The Globe Journal
Posted with WordPress for BlackBerry.