Jakarta, Kompas – Citra Islam saat ini banyak disalahpahami, terutama karena dianggap lekat dengan kekerasan, bahkan terorisme. Hanya umat Islam yang bisa memperbaiki citra negatif tersebut dengan menampilkan praktik kehidupan yang cinta perdamaian, bersahabat, dan prodemokrasi.
Hal tersebut disampaikan Direktur Institut Francais du Proche-Orient dari Perancis, Francois Burghat, dalam diskusi ”Islam di Dunia Arab, Agama, Identitas dan Politik,” di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa (7/6). Pembicara lain adalah peneliti Institut de Recherche sur l’Asie du Sud-Est Contemporaine (IRASEC-CNRS), Remy Madinier.
Menurut Francois Burghat, citra Islam di dunia saat ini memang memiliki banyak wajah. Di negara-negara Timur Tengah, Islam punya fungsi politik tinggi. Sebuah partai, misalnya, kemungkinan memperoleh simpati publik jika menggunakan nama Islam.
Namun, di dunia internasional, kesan tentang Islam sangat bervariasi. Bisa jadi nama itu mengesankan citra positif, negatif, kekerasan, atau bahkan sangat keras. Semua itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk berbagai kesalahpahaman tentang Islam.
Jika ingin memperbaiki citra itu, umat Islam sepatutnya bekerja keras. Jangan selalu bersikap reaktif dengan apa yang berlangsung di Barat dan menyederhanakan persoalan. Perlu dikembangkan komunikasi dengan bahasa internasional yang bisa menghubungkan secara baik antara Barat dan Timur. ”Islam dimengerti dari perilaku mayoritas penganut Islam sendiri,” katanya.
Tentang persoalan demokrasi, misalnya, Francois Burghat melihat, sebenarnya umat Islam bisa memperkuat tafsir ajaran Islam yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Mayoritas umat Islam bisa membuat ijma’ atau kesepakatan pada tafsir yang lebih moderat dengan menekankan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Jadi sampel
Remy Madinier menilai, Islam di Indonesia tumbuh dengan warna berbeda dibandingkan dengan situasi di dunia lain, terutama di wilayah Timur Tengah. Di Indonesia, Islam berkembang bersama budaya lokal dan menjadi bagian dari sejarah pembentukan negara-bangsa. Ekspresinya sangat beragam, mulai liberalis hingga fundamentalis.
”Indonesia bisa menjadi sampel menarik bagi negara dengan penduduk Muslim yang berusaha menerapkan demokrasi. Muslim di sini (Indonesia) mau mendukung proses demokratisasi,” katanya.
Masyarakat Muslim mengambil nilai-nilai universal dari Islam untuk diserap dalam konstitusi negara. Semua itu dipengaruhi berbagai hal, termasuk sekularisasi yang didorong kelompok Islam moderat seperti Nurcholish Madjid (almarhum). Gerakan reformasi yang sekarang melanda negara-negara di kawasan Timur Tengah sebenarnya sudah berlangsung 10 tahun lalu di Indonesia.
Reformasi di Indonesia memperlihatkan semangat kaum Muslim untuk menerapkan demokrasi, kesetaraan laki-laki dan perempuan, serta kebebasan. Di tengah ketidakpastian situasi di negeri ini, Islam juga menjadi referensi untuk mencari jalan keluar. (IAM)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.