Jakarta, Kompas – Besaran sumbangan dana kepada partai politik tidaklah masalah. Akan tetapi, yang harus diperhatikan adalah aturan tegas untuk dana kampanye.
”Undang-undang pemilu legislatif dan pemilu presiden harus secara tegas mengatur dana kampanye. Dana kampanye sangat rentan untuk disalahgunakan. Penyalahgunaan keuangan dalam konteks laporan dana kampanye berakibat pada bersih-tidaknya penyelenggaraan pemilu,” kata Ketua Badan Pengawas Pemilu Nur Hidayat Sardini di Jakarta, Senin (20/12).
Ketentuan mengenai sumbangan perusahaan untuk parpol diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) Huruf c RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang disetujui untuk disahkan oleh DPR, pekan lalu. Pada Huruf c itu disebutkan, ”Sumbangan yang diterima partai politik berasal dari perusahaan dan/atau badan usaha paling banyak senilai Rp 7.500.000.000 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran” (Kompas, 20/12).
Nur Hidayat Sardini menambahkan, pengaturan dana kampanye dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden harus lebih ketat dibanding pemilu kepala daerah. Tim kampanye didaftarkan di KPU, lanjut Nur Hidayat, sehingga penindakan politik uang calon yang dilakukan tim kampanye bisa dijerat hukum. Selama ini, banyak tim pemenangan yang tidak masuk dalam tim kampanye sehingga ketika ada pelanggaran tidak bisa dijerat hukum.
Menurut dia, peraturan dana kampanye harus mengatur sanksi pelanggaran yang berat terhadap parpol, pasangan calon, maupun calon legislatif. ”Pengetatan sanksi yang harus berakibat dibatalkannya si calon, ada sanksi juga pada penyelenggara yang melaksanakan pemilu dan harus dituangkan ke dalam ketentuan administratif dan pidana pemilu,” katanya.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, mengatakan, parpol harus dijaga agar tidak menjadi tempat pencucian uang menyusul dinaikkannya batas maksimal pemberian sumbangan perusahaan dari Rp 4,5 miliar menjadi Rp 7,5 miliar per tahun.
Untuk itu, seharusnya pengawasan dilakukan di awal agar sumber dana sumbangan bisa diketahui dengan jelas. Menurut dia, kenaikan batas maksimal sumbangan perusahaan itu semakin memperbesar peluang pencucian uang.
Sementara itu, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mengaku tidak akan menerima sumbangan dari perusahaan atau pengusaha bermasalah. Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dalam jumpa pers seusai pembukaan Rapat Pimpinan Nasional di Jakarta, Senin, mengatakan, ”Kami sudah terbiasa tidak menerima sumbangan karena bukan partai besar yang terkenal.”
(SIE/NTA/ONG)
Source: kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.