LANGSA – Terkait perselisihan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan Gubenur Aceh, DPRA diminta untuk intropeksi diri dan harus kembali kepada fungsinya sebagai wkail rakyat yang selama ini terkesan tidak beraktivitas sebagai wakil rakyat, tetapi sudah terkesan lebih mengutakan kepentingan kelompok dan golongan.
Hal itu disampaikan Sukri Asma, Direktur LSM Bening dan pengamat politik Syukri Asma di Langsa kepada wartawan, selasa (25/10). Katanya, seharusnya DPRA bertindak untuk kepentingan rakkyat sesuai dengan jati dirinya sebagai wakil rakyat dan bukan wakil partai.
“DPRA harus melihat jati dirinya dengan UU nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintah Aceh dan UU nomor 27 tahun 2009 tentang susduk DPR/DPD dan DPRD. Menurut pasal 26 ayat 2 UU PA huruf a dan f maka dinilai anggota DPRA telah melanggar sumpah dan janji serta telah melalaikan kewajibannya,” kata Syukri.
Salah satu kewajiban menurut Syukri Asma, yaitu pasal 38 ayat 2 huruf e UU PA tahun 2006, apabila anggota DPR telah dinyatakan melanggar sumpah dan melalaikan kewajibannya maka dapat diberhentikan antar waktu. kemudian Pasal 382 ayat 2 hurf f UU nomor 27 tahun 2009.
“Salah satu contohnya seperti membuat qanun baru yang direncanakan untuk menggantikan qanun nomor 7 tahun 2006 dengan tidak mencantumkan calon perseorangan sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK),” lanjutnya.
Akibatnya konflik itu membuat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf tidak menghadiri panggilan DPRA terkait pembahasan APBA-Perubahan, dan kalau berkepenjangan Gubernur atas nama pemerintah pusat dapat mencabut peresmian anggota DPR pada wkatu itu dan menghentikan semua fasilitas serta sarana dan prasarana dewan jika terbukti anggota DPRA telah melanggar sumpah dan melalaikan kewajibannya.
“Akibat konflik yang terjadi itu, maka yang dirugikan rakyat Aceh,” Katanya yang juga meminta semua pihak yang berseteru jangan saling mencari keselahan, tetapi harus berbuat yang terbaik demi kepentingan rakyat.[]
Source : Atjeh Post