JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) didorong untuk menyurati DPRA dan Gubernur Aceh agar segera merumuskan dan memutuskan qanun yang sudah ada menjadi landasan hukum Pilkada Aceh jika sampai 19 September 2011 belum ada qanun baru.
Demikian antar lain hasil Focus Group Discussion (FGD) Desk Aceh ke-2 Kantor Kemenkopolhukam yang membahas Pilkada Aceh 2011, Rabu (14/9) di Jakarta. FGD tersebut dihadiri Sesmenko Polhukam sebagai keynote speaker, para Deputi Kemenko Polhukam, KPU, Bawaslu, BIN, Bais TNI, Baintelkam Polri, Waas Intel Polri, Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh, serta Ketua dan Sekretaris FKK Desk Aceh serta Jaakko Ocsanen dari CMI selaku pengamat (observer).
FGD tersebut seyogianya juga dihadiri penandatangan MoU Helsinki dan tokoh puncak Partai Aceh, Malik Mahmud, Dr Zaini Abdullah, Zakaria Saman, Muzakir Manaf, Yahya Muas, dan Kamaruddin Abubakar. Namun sampai pertemuan berakhir, para tokoh tersebut tak hadir.
FGD juga mendorong Pilkada Aceh agar dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan KIP Aceh dengan penyesuaian setelah jeda waktu (cooling down) dan tetap melaksanakan Keputusan MK. Jika sampai batas 19 September 2011 tidak ada keputusan Qanun Pilkada yang baru, maka dapat diselenggarakan dengan mengacu pada Qanun Nomor 7 Tahun 2006.
Bawaslu didorong segera melantik semua anggota Panwaslu baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pilkada. KPU dan pemerintah daerah agar mensosialisasikan ketentuan-ketentuan pelaksanaan pilkada sesuai dengan undang-undang yang berlaku saat ini di Indonesia.
Aparat keamanan di Aceh juga dituntut menciptakan situasi dan kondisi Aceh yang aman dan damai melalui peningkatan stabilitas keamanan dengan mengungkapkan kasus-kasus kriminal bersenjata yang terjadi di Aceh dengan tindakan tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
FGD itu juga menyimpulkan bahwa Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 35/PUU-VIII/2010 tentang Calon Perseorangan pada Pemilukada Aceh Tahun 2011 merupakan Keputusan yudicial review terhadap Pasal 256 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh adalah bersifat final dan mengikat. “Semua pihak harus dapat menghormati dan melaksanakan keputusan tersebut walaupun ada yang merasa dirugikan dan diuntungkan,” demikian salah satu penegasan di FGD Desk Aceh.(fik)
Source : Serambi Indonesia
Posted with WordPress for BlackBerry.