Jakarta, Kompas – Praktik politik saling sandera mendominasi dinamika politik Indonesia sepanjang tahun 2010. Fenomena ini menandakan belum selesainya konsolidasi politik. Padahal, tahun 2009 seharusnya menjadi titik akhir konsolidasi untuk kemudian beralih ke isu kesejahteraan.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq, Rabu (8/12) di Jakarta, menuturkan, politik sandera terjadi di hampir semua lini kekuasaan. Praktik itu antara lain terlihat dalam kasus Bank Century atau mafia pajak yang melibatkan mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan.
Politik sandera, kata Mahfudz, membuat Sekretariat Gabungan Partai Politik Pendukung Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Setgab) sulit efektif bekerja. Padahal, Setgab, yang beranggotakan enam partai politik dan menguasai 423 dari 560 kursi di DPR atau 75,5 persen, dimaksudkan untuk melancarkan agenda strategis pemerintah.
”Bagaimana Setgab mau efektif jika politik saling sandera juga melibatkan tokoh-tokoh kunci. Jika gajah sudah saling bertarung, ya, sudah, kelinci minggir saja,” tutur Mahfudz tanpa menjelaskan lebih jauh maksud ucapannya.
Menurut Mahfudz, ada dua cara untuk menyelesaikan politik sandera. Pertama, ada kepemimpinan yang kuat sehingga dapat mengambil garis penyelesaian yang tegas. Kedua, ada penegakan hukum tanpa pandang bulu.
”Masalahnya, kita alpa di kedua hal itu. Pada 2010, kita justru punya masalah pelik dan belum diselesaikan di bidang hukum karena persoalan itu menimpa aparat dan institusi penegak hukum sendiri,” tutur Mahfudz.
Yudi Latif, Direktur Eksekutif Reform Institute, menambahkan, tahun 2010 juga menjadi tahun perongrongan dan pelemahan politik. ”Komisi Pemberantasan Korupsi yang sempat dirayakan dan amat diharapkan rakyat sekarang telah terlihat pasrah menghadapi kuatnya intervensi. Komisi Pemilihan Umum yang menjadi pintu masuk demokrasi mengalami langkah mundur yang luar biasa hingga Pemilu 2009 menjadi karut-marut,” tutur Yudi Latif.
Berbagai kondisi itu, kata Yudi Latif, dapat membuat umur demokrasi Indonesia tidak akan lebih dari 10 tahun lagi.
Sementara itu, Intsiawati Ayus, anggota Dewan Perwakilan Daerah, menuturkan, selama ini pemerintah daerah justru lebih arif dibandingkan dengan pemerintah pusat yang cenderung hanya bicara politik. ”Seperti dalam polemik RUU tentang Keistimewaan Yogyakarta, masyarakat lokal justru ada yang bicara tentang sejarah, budaya, dan konstitusi,” tutur Ayus. (NWO)
Source: kompas.com