Home > Education > Political Marketing > Elit PKS tergusur dari Senayan?

Elit PKS tergusur dari Senayan?

JAKARTA – Pemilu 2009, sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), menetapkan caleg terpilih melalui suara terbanyak. Partai politik yang solid bisa jadi terpojok. PKS termasuk di antaranya. Jangan heran kalau ada elite PKS yang gagal maju ke Senayan.

Keputusan MK itu memiliki implikasi penting bagi sistem pemilu. Implikasi itu di antaranya, tidak pentingnya lagi nomor urut caleg. Di saat bersamaan pula, zipper system bagi caleg perempuan juga tidak lagi relevan.

Lebih dari itu, beberapa partai politik yang selama ini mengidentifikasi diri sebagai partai yang solid dan melembaga juga bakal buyar dengan sendirinya. Karena, secara alamiah, caleg akan berebut suara di masing-masing kantong daerah pemilihan.

Dalam konteks ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai yang solid dan melembaga bakal mengalami ‘kerugian’, khususnya bagi pekerja politik. Tidak mustahil, para elite PKS bakal tersingkir oleh para caleg yang berbasis pimpinan majleis taklim dan takmir masjid yang memang memiliki basis sosial kuat.

Kondisi ini diakui Ketua FPKS Mahfudz Siddiq. Menurut dia, pemilih PKS dalam Pemilu 2009 diprediksikan masih memilih tanda gambar partai. Kondisi ini tidak terlepas dari kepercayaan pemilih terhadap PKS. “Dugaan saya, pemilu mendatang pemilih masih memilih gambar partai,” katanya tadi pagi di Jakarta.

Kondisi ini, lanjut Mahfudz, akan dimanfaatkan PKS dengan mengkampanyekan untuk memilih tanda gambar partai, baru mengkampanyekan nama caleg pilihan pemilih. “Meski bagi kami, siapapun calegnya di PKS, kalau sudah masuk daftar pasti berkualitas,” terangnya setengah berpromosi.

Namun bagi anggota Majelis Pertimbangan Pusat DPP PKS, Sapto Waluyo, keputusan MK memiliki implikasi penting, terutama bagi PKS. “Penerapan suara terbanyak tantangan bagi PKS untuk memodernkan proses pengkaderan,” katanya.

Menurut Sapto, dengan penerapan suara terbanyak, kader tidak lagi bermodal popularitas semata, tapi popularitas yang memiliki basis sosial yang konkret. “Karena selama ini kader yang tinggal di Jakarta dan kota-kota besar mendapat privilege dengan mendapat ekspose media massa. Namun, kawan yang di daerah underexposed,” terangnya.

Lebih dari itu, Sapto juga menegaskan, selama ini kader mengandalkan pada struktur, baik di pusat maupun wilayah. Dengan penerapan suara terbanyak, kader harus bekerja sesuai bidangnya dengan kepemilikan basis sosial. “Pada akhirnya, penerapan suara terbanyak bakal mengubah perilaku aktivis parpol,” terangnya.

Kondisi demikian jelas menjadi ancaman bagi elite partai politik yang duduk di struktur partai, namun tidak memiliki basis konstituen yang mengakar. Dapat pula disebut, penerapan suara terbanyak menjadi ancaman bagi ‘kader jenggot’ yang memiliki akar ke atas.

Kondisi ini mendapat cermatan oleh salah satu caleg PAN dari Dapil DKI Jakarta II. Menurut anggota DPR ini, dengan penerapan suara terabanyak, akan menajdi ancaman bagi pekerja politik, terutama di PKS. “Tokoh seperti Anis Matta, sulit untuk tampil kembali, karena selama ini ia mengandalkan partai, bukan kapasitas personalnya,” jelas politisi yang enggan disebutkan namanya itu.

Menurut dia, caleg yang berbasis dari majelis taklim dan takmir masjid yang selama ini ditempatkan di nomor urut sepatu bakal menggusur para elit PKS. “Nanti para caleg PKS yang ditempatkan di nomor sepatu dari kalangan pimpinan majelis taklim dan takmir masjid yang bakal menduduki DPR,” cetusnya serius.

Namun bagi analis politik dari Charta Politik, Burhanudin Muhtadi, penerapan suara terbanyak tidak terlalu memunculkan kejutan berarti di PKS. Ini terkait dengan karakteristik kader PKS yang taat atas instruksi para petingginya. “Karena kader PKS tinggal menunggu instruksi dari atas, siapa yang mau dipilih,” ujarnya.

Menurut dia, elit PKS tak akan berpengaruh banyak atas penerapan sistem terbanyak. Pasalnya, elit PKS telah melewati jenjang tertinggi pengkaderan dan menjadi prioritas pencalegan.

Terlepas dari itu, Burhan menilai, justruk kejutan bisa muncul dari elit PKS yang ditaruh di dapil yang miskin kader PKS. “Seperti Hidayat Nur Wahid ditaruh di dapil Jateng 5, bersaing dengan Puan, Dita Indahsari, Zainal Maarif. Sedangkan Suripto ditaruh di Jatim yang bukan basis tradisional PKS. Perjudian ini bisa membuat mereka gagal ke Senayan,” cetus alumnus The Australian National University ini.
(j01/inilah)

Source : Waspada Online

You may also like
Politik Survei Giring Opini Pilpres Satu Putaran
Waspadai Serangan Fajar Pilpres 2009
Temui Warga Tionghoa, SBY Minta Hilangkan Politik Diskriminasi
Ramai ‘Cari Simpati’ Lewat Isu Populis

Leave a Reply