TEMPO Interaktif, Jakarta – Biaya Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pemilukada) di Indonesia masih bisa ditekan hingga 50 persen. Karena itu, adanya keinginan mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD menjadi kurang relevan.
Menurut Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan, selama ini ada duplikasi anggaran dalam Pemilukada. Sumber duplikasi ini disebabkan penggunaan anggaran Pemilukada menggunakan APBN dan APBD.
Penggunaan APBN dalam pembiayaan Pemilukada, kata Yuna, digunakan untuk membayar uang kehormatan KPUD setiap bulan. Selain itu APBN juga digunakan untuk belanja operasional kantor KPUD.
Di sisi lain, Pemilukada juga dibiayai APBD. Anggaran dari APBD ini digunakan untuk honorarium KPUD selama delapan bulan, honorarium anggota Pokja selama tiga bulan, serta belanja administrasi kantor KPUD.
“Pembiayaan dari APBN dan APBD ini berpotensi menimbulkan duplikasi anggaran,” kata Yuna dalam keterangan persnya, Selasa (7/12), di restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta. Karena itulah, ke depan Fitra meminta kepada pemerintah untuk menggunakan APBN sebagai satu-satunya sumber pembiayaan Pemilukada.
Penggunaan APBN, kata Yuna, membawa sejumlah dampak positif dalam penyelenggaraan Pemilukada. Dengan APBN, tahapan Pemilukada bisa diselaraskan dengan siklus anggaran. Selama ini, adanya ketidakselarasan antara penyelenggaraan Pemilukada dengan siklus anggaran telah membuat pos-pos anggaran untuk pendidikan dan kesehatan banyak yang dikurangi. Dana untuk pos-pos tersebut dialihkan untuk penyelenggaraan Pemilukada. Ini dilakukan karena sering terjadi keterlambatan pencairan dana Pemilukada.
Penggunaan APBN juga juga untuk menghindari konflik antar lembaga. “Sumber pembiayaan Pemilukada yang berasal dari APBD dapat membuka peluang bermainnya aktor-aktor penentu dalam pembahasan APBD, khususnya anggaran Pemilukada,” kata Yuna. Selama ini ada kecenderungan KPUD tersandera dalam penentuan anggaran Pemilukada karena anggaran bergantung pada persetujuan kepala daerah, yang juga biasanya incumbent.
Karena itu, penggunaan APBN diharapkan dapat menjamin independensi KPUD dan Panitia Pengawas, khususnya anggaran dari aktor politik lokal yang terlibat dalam Pemilukada.
Menurut Yuna, anggaran Pemilukada saat ini yang masih menggunakan APBN dan APBN masih bisa ditekan. Berdasarkan simulasi penelitian yang dilakukan di tiga provinsi dan 11 kabupaten/kota, Fitra menemukan biaya Pemilukada saat ini bisa ditekan hingga 50 persen atau Rp 3-4 miliar.
Hasil itu dicapai dengan menekan belanja honor KPUD serta Pokja (PPS, KPPS, dll). Dengan temuan ini, Fitra menilai alasan pemerintah yang berencana mengembalikan pemilihan gubernur, bupati, serta walikota ke DPRD, menjadi tidak relevan. “Tidak kuat alasan pemerintah untuk meneruskan usulan bahwa kepala daerah harus kembali dipilih DPRD seperti zaman Orde Baru,” kata Yuna.
Amirullah
Source: tempointeraktif.com