JAKARTA – Merosotnya popularitas Partai Golkar sebagaimana tergambar dalam hasil survei membuat kader partai berlambang pohon beringin itu resah. Sebab, fakta tersebut berpotensi menjadi sasaran empuk bagi lawan-lawan politik Partai Golkar.
Ketua Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi DPP Partai Golkar Zaenal Bintang menyatakan, menurunnya popularitas tersebut bukan karena sikap tendensius lembaga survei. Sebaliknya, fakta tersebut disebabkan kinerja Golkar yang kurang bergairah alias melempem atau loyo.
“Jangan salahkan lembaga survei. Golkar nyaris kering dari ide-ide segar dan terkesan tak punya terobosan yang dapat dibanggakan oleh kader,” kata Zaenal, Jakarta, Senin (26/1/2009).
Pihaknya juga menyesalkan sikap Ketua Umum Jusuf Kalla. Sebab, sejak munas di Bali tahun 2004 yang terjadi justru konflik internal partai di daerah semakin merebak. Menurut dia, konsolidasi tersendat karena sesama kader Golkar di daerah saling bermusuhan.
“Jago-jago Golkar bertumbangan di Pilkada Gubernur. Hal ini dimanfaatkan lawan politik Golkar, karena elite Golkar berkilah hal itu sebagai hal biasa dalam demokrasi, sesungguhnya mereka tidak punya wibawa kepada daerah,” tudingnya.
Menurut dia, Kalla hanya mengarahkan Golkar untuk memelihara hubungan mesra dengan Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa menghiraukan dampaknya.
Padahal, lanjutnya sikap Kalla tersebut menyebabkan militansi kader semakin hari kian turun dan lesu. Bahkan, pihaknya mencurigai Kalla telah menyandera Golkar dalam genggaman kepentingan pribadi, yang ngebet mau bersama SBY lagi pada Pemilu Presiden 2009.
“Sementara SBY juga menyandera JK dengan iming-iming jadi Wapresnya, karena SBY tahu persis, JK itu tidak berakar di Golkar, jadi JK amat bergantung pada kebaikan hati SBY,” tukasnya.
Pihaknya juga menyesalkan adanya Surat Edaran DPP yang melarang DPD membicarakan capres-cawapres. Zaenal menilai Kalla berlindung di balik keputusan Rapimnas IV yang baru akan membahas capres-cawapres usai pemilu legislatif.
Sementara itu, Ketua Harian II Badan Pengendali Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Firman Subagyo membantah tudingan tersebut. Menurut dia, sikap Golkar yang akan menentukan capres maupun cawapres pasca pemilu bukanlah rekayasa politik, tapi keputusan Rapimnas IV.
“Rapimnas itu forum tertinggi setelah Munas. Keputusannya itu dibuat atas kesepakatan bersama bukan pribadi-pribadi,” kata Firman.
Dalam kesempatan itu, orang dekat Kalla ini mengingatkan kepada kader Golkar untuk bersikap realistis. Artinya, sebelum memutuskan figur capres yang akan diusung terlebih dahulu memerhatikan hasil survei. Hingga saat ini, belum ada kader Golkar yang popularitasnya menonjol di posisi capres.
“Dari setiap survei kan sudah kelihatan, di posisi capres selalu Pak SBY dan Ibu Megawati yang bersaing. Kita tidak perlu memaksakan diri untuk mengajukan kader internal kalau elektebilitasnya masih diragukan. Pengalaman pada Pilpres 2004 merupakan pelajaran bagi kita,” ungkap dia. (hri)
Source : okezone.com