Jakarta, Kompas – Pemerintah memastikan mengusulkan pemilihan kepala daerah tidak dilakukan dengan sistem paket. Hanya gubernur dan bupati/wali kota sebagai kepala daerah yang dipilih, sedangkan posisi wakil kepala daerah sebagai pejabat politik dipilih oleh kepala daerah terpilih dari kalangan birokrat yang memenuhi syarat.
Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah versi pemerintah disebutkan, gubernur dipilih oleh DPRD provinsi, sedangkan bupati/wali kota dipilih langsung oleh rakyat seperti saat ini.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan hal itu dalam diskusi ”Menyongsong Lahirnya UU Pemilu Kepala Daerah” yang diselenggarakan Seven Strategic Studies di Jakarta, Kamis (27/10).
Menurut Djohermansyah, draf RUU Pemilihan Kepala Daerah sudah rampung diharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM Selasa lalu. Selanjutnya, draf disampaikan ke presiden untuk kemudian dikirimkan ke DPR. Oktober ini, draf diharapkan sampai ke DPR untuk dibahas bersama.
Menurut Djohermansyah, penghapusan pemilihan kepala daerah dan wakil dalam satu paket didasari antara lain karena konstitusi tidak mengatur hal itu secara eksplisit. Sesuai pengalaman empiris, kerap terjadi konflik antara kepala daerah dan wakilnya, terutama ketika keduanya hendak bersaing pada pilkada berikutnya. Kondisi itu biasanya merembet hingga ke aparatur pemerintahan.
Wakil kepala daerah dipilih dari kalangan birokrat, tetapi diposisikan sebagai pejabat politik (political appointee). Jika kepala daerah berhalangan tetap, wakil kepala daerah menjadi penjabat sementara maksimal enam bulan. Konsep pemerintah, akan ada daerah yang tidak memiliki wakil kepala daerah. Sebaliknya, akan ada daerah yang bisa memiliki dua wakil kepala daerah.
Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, sependapat bahwa perlu dipertimbangkan urgensi keberadaan wakil kepala daerah yang turut dipilih secara langsung melalui pilkada, salah satunya dengan pertimbangan efisiensi. Namun, wakil kepala daerah dari pegawai negeri sipil belum tentu bisa menjadi solusi.
Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap berpendapat, jabatan wakil kepala daerah semestinya ditiadakan. Untuk membantu kepala daerah, diangkat deputi oleh kepala daerah terpilih.
Namun, menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Malik Haramain, pemilihan kepala daerah sebaiknya tetap dalam satu paket. (dik)
Source : Kompas.com