Potret daerah terisolir terekam jelas di kawasan Nisam Antara. Sejumlah ruas jalan masih sangat buruk dan terjal. Kondisi ini sudah berpuluh kali dilaporkan pada Bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid. Buruknya sarana jalan, membuat hasil pertanian di sana sangat murah. Misalnya, harga pinang. Saat ini hanya Rp 1.500 per kilogram, dari sebelumnya Rp 3.000 per kilogram. “Harga pinang di sini selalu murah. Tak akan pernah lebih mahal dari kecamatan lainnya. Karena, jalan yang rusak. Jadi, agen pengumpul selalu beralasan, sangat susah kemari. Harganya diturunkan,” kata Adnan, warga Desa Darussalam, Kecamatan Nisam Antara. Dia masih memiliki hubungan family dengan Bupati Aceh Utara, Ilyas Pase. Sebagai keluarga, Adnan menyebutkan sudah berulangkali menyampaikan pada bupati agar memperbaiki jalan itu.
“Dulu, bupati bilang bahwa akan dibangun pada anggaran berikutnya. Jangan sampai selalu menunggu anggaran berikutnya, tapi jalan tidak juga diperbaiki. Kami ini, sebagai masyarakat miskin, tidak mau tahu urusan politik. Kami hanya ingin agar jalan mulus, itu saja,” kata Adnan. Pria paruh baya ini mengatakan, jika jalan mulus, maka nasib petani akan lebih baik. Mereka bisa membawa hasil pertaniannya ke tauke besar di Krueng Geukuh dan Lhokseumawe. Tidak lagi mengharapkan agen pengumpul datang ke desa itu. Harapan ini tidak berlebihan. Masyarakat Nisam Antara juga ingin meningkatkan taraf hidupnya. Tercatat, sebanyak 80 persen penduduk di kecamatan itu tergolong miskin.
Lalu, apa kata mantan pangilma GAM wilayah Nisam Antara? Sore itu, dibalut baju putih, dan celana jeans, mantan Panglima Wilayah Empat GAM, membawahi Nisam Antara, Achmad Blang, sibuk mengurusi petrenakan sapi bali mililknya di Desa Urong, Kecamatan Nisam Antara. Dia membuka peternakan sapi itu, sejak Januari 2009 lalu. Sebanyak 96 ekor sapi bali awalnya diperlihara di atas lahan seluas delapan hektare. Lalu, sering berjalannya waktu, sapi itu pun mati mendadak. Terkena sakit. Paru-paru sapi berair.
“Mati mendadak. Tidak cukup pengobatan. Sekarang tinggal 25 ekor saja. 15 ekor saya pelihara di sini. Selebihnya, saya berikan pada masyarakat dengan sistem bagi hasil,” kata Achmad Blang. Alumnus pelatihan Tripoli, Libya, tahun 1987 itu, paska perjanjian damai dengan Republik Indonesia, mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Ikatan Pemuda Aceh (Ikapeda). Lembaga ini memiliki kegiatan pemberdayaan perempuan korban konflik, fokus pada menjahit. Pemberdayaan pertanian fokus pada jagung, dan sejumlah kegiatan lainnya. Sejumlah lembaga internasional, digaet sebagai donatur seperti IOM, dan Malteser Internasional.
Disinggung kemana arah politik GAM, setelah menguasai parlemen dan eksekutif di Aceh Utara, Achmad menyarankan agar memperjuangkan kesejahteraan rakyat. “Dulu, kita katakan bahwa pemerintah tidak betul. Salah ini, salah itu. Sekarang, dewan harus buktikan bahwa mereka berpihak pada rakyat. Mengalokasikan anggaran lebih besar pada sektor kepentingan rakyat, jangan lagi sektor aparatur yang lebih banyak. Ini tidak bagus. Jika ini pun dilakukan, maka rakyat tidak akan percaya lagi pada gerakan ini,” kata Achmad Blang.
Selain itu, dia meminta agar dewan sigap pada persoalan masyarakat. “Jangan bilang kalau saya baru duduk di dewan ini. Perlu belajar dulu. Jangan katakana itu. Jika mereka tidak mengerti, datang pada saya, biar saya ajari lagi. Terpenting niatnya ada tidak untuk membangun kesejahteraan rakyat,”kata Achmad Blang.
Lanjut Achmad, dulu kita maknai perjuangan untuk Merdeka dari Republik Indonesia. Sekarang, harus memaknai merdeka dalam arti merdeka dari kemiskinan, merdeka dari keterisoliran seperti kampung ini, merdeka dari buta huruf. Jika tidak, maka tidak ada artinya, sejumlah syuhada gerakan yang sudah meninggal dunia dalam perang dulu.
“Saya mau katakan, bagaimana sedihnya syuhada yang sudah sahid itu. Jika masih ada dewan yang tidak berpihak pada rakyat. Jangan sampai terjadi itu,” kata Achmad. Saat disinggung tentang prakiraan arah politik mantan GAM kedepan? Achmad tersenyum. Dia menjawab diplomatis. Sekarang ini, catur sudah dibuat oleh Wali Hasan Muhammad Ditiro. Catur ini lahan untuk permainan politik. Siapa yang memenangkannya, apakah mantan kombatan? Belum tentu. Ini waktu yang bisa menjawab. “Saya pikir, catur sudah dibuat wali. Tinggal lagi, siapa yang menang dalam permainan ini. Apakah mantan GAM? Atau anak cucu mantan GAM nanti. Proses perjuangan politik ini, masih sangat lama. Masih butuh waktu,” kata Achmad. (masriadi)
Source : Tabloid KONTRAS Nomor : 513 | Tahun XI 29 Oktober – 4 November 2009