JAKARTA – Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Padang Panjang 24-26 Januari lalu yang mewajibkan memilih bagi umat Islam dalam Pemilu 2009 mendatang, dianggap memiliki kepentingan politiknya yang sangat kental.
“Fatwa-fatwa MUI bukan hukum positif yang mengikat publik, termasuk umat Islam. Karena fatwa haya bersifat imbauan atau pendapat kolektif ulama. Apalagi Republik Indonesia bukan Mullah,” tukas Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, dalam keterangan pers yang diterima okezone, Rabu (28/1/2009).
Terlepas dari fatwa tersebut baik atau tidak, institusi MUI tidak memiliki wewenang untuk mengatur kehidupan publik. Fatwa tersebut jelas meresahkan bagi yang tidak sependapat, dan akan menjadi preseden buruk bagi publik dalam kehidupan berpolitik.
“Saya khawatir fatwa-fatwa ini akan digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk melegitimasi tindakan-tindakan di luar prosedur hukum, sebagaimana fatwa-fatwa penyesatan terhadap kelompok agama atau keyakinan yang berbeda,” paparnya.
Sebaiknya, lanjut Hendardi, MUI membatasi perannya secara proporsional. Karena peran-perannya yang selama ini dijalankan oleh MUI telah melampaui batas kewajaran peran sebuah organisasi masyarakat. (hri)
Source : okezone.com