LHOKSEUMAWE- Ketua Forum Komunikasi dan Koordinasi (FKK) Desk Aceh Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mayjen TNI (Purn) Amiruddin Usman meminta semua pihak termasuk DPRA supaya jangan ada upaya membubarkan institusi lain bila berbeda pendapat.
“Jangan dianggap sebagai musuh tapi anggaplah sebagai mitra dalam memperkaya materi dan bahan dalam membuat kebijakan dan keputusan penting di Aceh,” kata Amiruddin Usman ketika dihubungi The Atjeh Post ke telepon genggamnya, Selasa (20/9).
Kata Amiruddin Usman, jangan juga berupaya menimbulkan konflik baik horizontal apalagi vertikal karena mengatasnamakan konflik regulasi. Semua pihak, kata dia, mesti berpegang pada hukum dan aturan yang sudah ada.
Amiruddin Usman menilai bukan hanya FKK Desk Aceh yang dipersalahkan oleh DPRA. Semua tahu, kata dia, setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengakomodir calon perseorangan, MK yang pertama disalahkan, putusan MK dianggap ilegal.
“Kemudian DPRA juga menyalahkan pemerintah yang dianggap membiarkan judicial review pasal 256 UUPA,” ujar Amiruddin.
Tidak berhenti di situ, Amiruddin melanjutkan, DPRA ikut menyalahkan dan meminta KIP dibubarkan karena dianggap melaksanakan tahapan Pilkada secara ilegal, lalu menyalahkan KPU karena dianggap melangkahi UUPA yang menjadi acuan pelaksanaan Pilkada.
“Setelah itu menyalahkan Bawaslu karena merekrut calon Panwas. Lalu, menyalahkan FKK Desk Aceh karena dianggap mengakomodir calon perseorangan,” kata Amiruddin.
FKK, tambah Amiruddin, mengakui selama ini mereka sering menggelar rapat dan seminar yang bertujuan menyelesaikan konflik politik dan regulasi agar tidak merusak damai Aceh. “Ini salah satu fungsi Polhukam, kita ingin sampaikan pencerahan kepada masyarakat. Jadi kita hanya berpihak pada hukum, termasuk putusan MK,” kata Amiruddin.
Dia menambahkan, siapa pun silahkan bersaing dalam Pilkada Aceh. Tapi jangan ada kesan, kata dia, karena tidak sepakat dengan keputusan hukum kemudian meminta dibubarkan institusi lain.
“Kalau begini caranya, saya khawatir akan terjadi kehancuran demokrasi di Aceh, karena menghambat hak asasi manusia (HAM) orang, termasuk hak berpendapat,” pungkas Amiruddin.[]
Source : Atjeh Post