BANDA ACEH – Terkait golnya calon independen pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2011, syarat bagi calon gubernur/wakil gubernur perlu dipertegas dalam Qanun yang nantinya direvisi. Hal ini penting untuk mencegah salah persepsi dan terganggunya proses pelantikan gubernur terpilih. “Hal yang harus dipertegas adalah persentase dukungan untuk calon. Secara nasional sebenarnya telah diatur, kecuali Aceh. Setelah ada keputusan MK, maka Aceh harus menuangkannya dalam Qanun. Dalam penyesuaian, jika UU Nomor 11 Tahun 2006 sebagai rujukan, jumlah dukungan tiga persen dari jumlah penduduk. Sedangkan UU Nomor 12 Tahun 2008 lima persen. Kita berharap qanun sudah rampung April,” kata Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Drs Abdul Salam Poroh, Rabu (5/1).
Dikatakan, hal lain yang juga harus dibahas yaitu mengenai syarat umur. Dalam UU No 12/2008, sebutnya, umur calon kepala daerah minimal 25 tahun, sedangkan dalam UU No 11/2006 umur minimal 30 tahun. Sementara dalam UU KPU Nomor 13 juga dibahas tentang tata cara pencalonan terkait tiga jenis identitas pemilih yakni SIM, KTP, dan paspor. “Ini juga harus dipertegas dalam Qanun, apa yang dimaksud dengan identitas. Ini sangat penting untuk mencegah konflik dalam proses verifikasi dan pemilihan di tingkat KPPS mulai tingkat desa hingga provinsi. Untuk itu, KIP juga akan melakukan pelatihan tata cara verifikasi,” katanya. KIP Aceh, lanjut Salam, merencanakan, tahapan Pilkada dimulai April hingga Desember 2011. Jadwal itu sudah termasuk pertimbangan kemungkinan adanya pemilihan dua putaran dan gugatan hasil pilkada.
Tak molor
Mengenai draf penyesuaian Qanun, Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Hukum dan Politik, M Jafar SH MHum, mengatakan, eksekutif telah menyiapkan penyesuaian draft oleh bidang pemerintahan, biro hukum, selanjutnya koordinasi dengan DPRA. “Saya pikir pengkajiannya sudah rampung dalam seminggu, namun prosesnya hingga selesai mungkin butuh waktu sebulan. Jadi proses Pilkada tak molor,” ujar mantan Ketua KIP Aceh periode lalu. Menurut Jafar, sebenarnya dalam draft qanun yang direvisi hanya beberapa pasal yang disesuaikan. Seperti bertambahnya poin calon independen dan mengenai persentase dukungan. “Sebenarnya Qanun Nomor 7 Tahun 2006 tentang perubahan kedua atas Qanun Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pemilihan Gubernur dan Bupati dan Walikota, bisa jadi pertimbangan,” katanya. Ditanya apakah ada pengaruh terhadap biaya pemilihan setelah putusan MK, Jafar mengaku ada sedikit peningkatan khususnya untuk verifikasi faktual, tapi tak signifikan.
Pontensi konflik
Sementara Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh, Zainal Abidin SH MSi berharap DPRA dapat menyesuaikan semua aturan menyangkut pilkada dalam qanun yang kini masih menunggu pembahasan dewan. “Perlu ada sinkronisasi dan harmonisasi semua perangkat hukum ke dalam isi qanun. Jika tidak, pilkada akan berpotensi memunculkan konflik hukum dan gugat menggugat,” kata Zainal kepada Serambi, secara terpisah, kemarin. Menurutnya, potensi konflik tersebut muncul karena aturan terkait pilkada saat ini tersebar dalam beberapa payung hukum seperti dalam UU No 12/2008, UU Nomor 11/2006, Peraturan KPU, qanun dan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait calon independen. Disebutkan, semua perangkut hukum itu harus disinkronkan dalam qanun sebagai payung hukum pelenggeraan pilkada di Aceh, agar tak membingungkan publik. “Sesuai UU Nomor 11/2006 pelaksanaan pilkada 2011 dilaksanakan melalui qanun yang berdasarkan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.(gun/sar)
Source: Serambi Indonesia