Home > News > Opinion > Kampanye Ala Obama

“Assalamualaikum w.w
Kawan-kawan yang baik,
Dengan ini saya menyampaikan bahwa saya, xxx turut serta dalam Pesta Demokrasi Pemilu 9 April 2009. Saya telah ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT). Sebagai Calon Anggota DPR Aceh, Utusan xxx, Nomor Urut x, Dapil 3 (Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya). Mohon Dukungan dengan menyampaikan kepada rekan-rekan, kerabat, famili dan seluruh warga di tiga kabupaten tersebut. Hendaknya dapat memberi suara kepada:
xxx
Calon Anggota DPR Aceh,
Utusan xxx
Nomor Urut x,
Dapil 3 (Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya).
Salam Mulia,
xxx

SEPENGGAL surat terbuka itu saya kutip dari satu jaringan surat elektronik (mailist). Tak ada yang baru kampanye melalui internet seperti facebook, blog dan lain-lain. Sebab inilah kampanye yang paling murah dan menjangkau lintas batas negara. Masalahnya, berapa persen dari 3 juta jiwa pemilih di Tanah Rencong ini yang tembus ke jaringan internet?

Agaknya, caleg yang berstatus anggota dewan ini menyadari benar kalau internet belum menjadi media kampanye seperti yang dilakukan oleh Obama di Amerika. Karena itu, secara jeli, caleg itu hanya meminta kepada jamaah mailist, memberitahukan kepada kerabatnya untuk menconteng nama dia. Bukankah itu strategi kampanye yang murah-meriah jika anggota komunitas itu mengirim pesan singkat melalui telepon seluler (sms) kepada cutpo, cut kak, abuwa, apacut dan lain-lain untuk menconteng nomor urut sekian dengan alasan caleg itu bisa dipercaya?

Warga Aceh sumbang Obama

Sejatinya, apa yang dilakukan oleh caleg itu telah dilakukan oleh Obama sehingga dia menjadi Presiden Amerika yang ke 44 pada 20 Januari 2009. Franklin Roosevelt menggunakan teknologi radio untuk berkampanye. John Kennedy melalui televisi dan Obama menggunakan internet untuk menggalang massa. Yang lebih dahsyat lagi, mantan pengacara ini mampu menjaring US$ 659,7 juta (Rp 6,9 triliun) dari pendukung melalui internet. Termasuk 15 donatur yang mengaku warga Aceh di Amerika menyumbang US $ 9 ribu. (sekiar Rp 100 juta). (website barrackobama.com).

Bagaimana presiden Amerika berkulit hitam pertama dalam sejarah selama 232 tahun bisa menang hingga terpelanting ke ruang oval Gedung Putih? Padahal dari segi fulus, kompetitornya John Mc. Cain mempunyai anggaran kampanye yang lebih besar dari Barrack Obama. Apa resep Obama yang berayah tiri orang Indonesia ini bisa menang?

National Director of Special Events untuk Kampanye Barack Obama Roger Fisk, memberikan tips sukses kampanye di Jakarta, pada 4 Februari silam. Fisk membeberkan rahasia kemenangan yang bisa juga dilakukan oleh caleg dan kandidat senator alias Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pertama, menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat lokal sekitar. Bahasa kasarnya, gunakan kearifan lokal seperti pendekatan budaya atau sapaan yang akrab dikenal pada etnik termasuk slogan dalam bahasa daerah. Tak terbantah lagi, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2006, dari delapan pasangan foto kandidat gubernur, hanya pasangan Irwandi-Nazar yang mengenakan baju adat Aceh. Penampilan beda ini mencuri pandangan mata untuk menusuk pasangan nomor urut enam ini. Tentu busana bukanlah hal utama dan pokok warga memilih mereka.

Kedua, menurut Fisk menciptakan kesadaran terhadap masyarakat terhadap kehadiran seorang kandidat. Pengenalan secara personal kepada khalayak bukanlah hal yang mudah. Dia membeberkan, ketika Obama mengunjungi suatu daerah, Tim Sukses Obama menghubungi media lokal untuk memberitahukan kehadiran ini. Jadi, gunakan media lokal sebagai corong kampanye gratis yang dikemas oleh konsultan media setiap partai politik atau individu.

Selanjutnya, dengarkanlah apa yang warga keluhkan. Dengarkanlah masukan yang diberikan pendukung. Disebutkan, 90 persen waktu Obama digunakan untuk mendengar ketika mengunjungi daerah. Suka atau tidak, suara pemilih lebih dilihat pada jajaran untuk dihitung, bukan didengar. Tatapan langsung dengan warga lebih efisien dan efektif daripada kampanye terbuka di lapangan yang menguras energi dan biaya jutaan rupiah.

Kampanye via SMS
Trik selanjutnya, memelihara dan menjaga hubungan dengan relawan dan pemilih setianya. Hal ini bisa dilakukan melalui sms sebagai tanda terima kasih atau mengingatkan lagi untuk terus menyakinkan pemilih. Hasilnya, satu juta relawan Obama secara serentak menelepon pemilih pada hari H untuk memilih Obama. Menteri Komunikasi dan Informasi Indonesia Mohammad Nuh mengatakan adalah sah kampanye melalui SMS.

Saya teringat Pilkada Aceh 2006. Pada pagi 11 Desember, sebagian warga menerima SMS yang berisi Wali Nanggroe sudah merestui kandidat xxx sebagai gubernur Aceh. Pesan berantai ini terus meliuk-liuk dari satu telepon seluler ke telepon lain. Apakah hal ini akan terulang lagi pada 9 April mendatang? Diperkirakan, arus SMS bisa macet pada Kamis pagi nanti karena hilir-mudiknya tim sukses caleg mengirim SMS yang mengiba-iba warga untuk menconteng nomor urut sekian dari partai sekian.

Masih ada waktu untuk terus kampanye hingga hari H pemilihan secara cerdas. Kembali Fisk menjelaskan setiap bulan, relawan Obama berkumpul dan mengetuk satu per satu pintu rumah orang untuk mengemis dukungan. Bagaimana di Nusantara? Hal ini juga rutin dilakukan oleh salah satu partai nasional dengan slogan ketuk 1 juta pintu rumah. Kader partai itu mau bekerja tanpa dibayar. Mereka digarap menjadi kader organisasi sejak SMA hingga ke kuliah. Hasilnya, mereka rela berjalan dari satu rumah ke rumah lain untuk sekedar mengetuk pintu dengan target mengumpul suara sebanyak-banyaknya.

Mengamati kampanye ala Obama, ada beberapa hal yang bisa diterapkan di Aceh. Belum telat rasanya melaksanakannya sebab masih ada trik seperti mengirim SMS pada hari H kepada pemilih. Sejatinya kampanye yang terbaik dilakukan belasan tahun lalu. Dan warga menyaksikan dan merasakan apa yang dikerjakan selama ini. Bukan mendengar janji-janji yang dilontarkan selama 21 hari masa kampanye.

Jika tahun ini gagal, maka kumpulkan lagi fulus dan deposito pengabdian-pengabdian untuk lima tahun mendatang sebagaimana yang telah dilakukan oleh Obama sebelum maju ke kursi empuk presiden.
Oleh Murizal Hamzah
Penulis adalah Alumnus Institute for Training and Development (ITD) Boston, Amerika Serikat

Source : Serambi Online, 21 Maret 2009

You may also like
Suara Rakyat, Suara Siapa?
SBY dan Anomali Presidensial
Musim ‘Kawin’ Politik
Politik Kaum di Aceh

Leave a Reply