Home > Education > Political Marketing > Kapasitas Bawaslu Perlu Ditingkatkan: Lakukan Politik Uang, Calon Bisa Didiskualifikasi

Kapasitas Bawaslu Perlu Ditingkatkan: Lakukan Politik Uang, Calon Bisa Didiskualifikasi

Ilustrator: kompas.com

JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan kapasitas dan integritas Badan Pengawas Pemilu mutlak dilakukan menyusul penguatan kewenangan lembaga itu dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, fungsi Bawaslu sebagai peradilan terhadap pelanggaran administrasi, terutama praktik politik uang, tidak akan efektif.

Usulan peningkatan kapasitas Bawaslu disampaikan oleh peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, dan Ketua Panitia Kerja revisi Undang-Undang Pilkada Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ahmad Riza Patria, secara terpisah, Kamis (28/4).

Siti Zuhro mengapresiasi keputusan Panja RUU Pilkada dan pemerintah yang mengelompokkan politik uang sebagai pelanggaran administratif. Langkah ini dinilai tepat sebab akan mempermudah penegakan hukum dan penjatuhan sanksi terhadap pelaku politik uang dalam pilkada. Apalagi, penegakan hukum merupakan hal terpenting untuk mengantisipasi merebaknya politik uang.

“Namun, harus ada perbaikan kapasitas di Bawaslu. Sebab kalau tidak, penegakan hukum untuk kasus politik uang tidak akan efektif,” tutur Siti.

Sebelumnya, pemerintah dan Panja RUU Pilkada Komisi II DPR sepakat menambah kewenangan Bawaslu untuk memeriksa dan mengadili praktik politik uang. Bawaslu bisa menjatuhkan sanksi, termasuk mendiskualifikasi pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah yang terbukti melakukan praktik tersebut.

Meskipun demikian, Panja RUU Pilkada dan pemerintah belum mengatur lebih detail teknis pelaksanaannya, seperti berapa lama pemeriksaan harus diselesaikan. Menurut Riza, Panja masih menyimulasikan batas waktu proses peradilan administrasi. Namun prinsipnya, kasus politik uang harus diputus sebelum pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah ditetapkan.

Terkait hal itu, Siti Zuhro mengingatkan, pengaturan secara detail prosedur beracara di Bawaslu diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang.

Aspek pembuktian
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengusulkan, aparat penegak hukum dari kepolisian dan kejaksaan perlu dilekatkan ke Bawaslu. Ini merupakan salah satu langkah untuk mengoptimalkan kewenangan baru Bawaslu dalam memeriksa, mengadili, dan menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku politik uang.

“Aparat penegak hukum yang melekat di Bawaslu bisa membantu kerja pengawas pemilihan dari sisi aspek pembuktian pelaku politik uang,” ujarnya.

Selama ini, aspek pembuktian menjadi titik lemah Bawaslu dalam menindak pelaku politik uang. Sekalipun Bawaslu menemukan indikasi seseorang melakukan politik uang, hal itu kerap gugur saat dibahas di Sentra Penegak Hukum Terpadu yang di dalamnya ada personel polisi dan jaksa. Membuktikan keterkaitan antara pelaku politik uang dengan pasangan calon kepala daerah juga sulit dilakukan.

Masalah-masalah itu, kata Sumarsono, bisa terpecahkan jika aparat penegak hukum melekat di Bawaslu. Namun, usulan itu belum disepakati.

Mekanisme koreksi terhadap putusan Bawaslu di daerah, tambahnya, juga masih perlu dibahas. Pemerintah ingin koreksi dilakukan Bawaslu Pusat dengan putusan yang bersifat final dan mengikat. Namun, sejumlah fraksi menginginkan putusan Bawaslu bisa diajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung.

Selain administratif, Panja RUU Pilkada dan pemerintah juga menyepakati pemberlakuan sanksi pidana bagi pelaku politik uang. Menurut Riza, sanksi itu berlaku bagi siapa pun, tim sukses, pribadi orang per orang, atau lembaga yang terlibat.

Hingga Kamis malam, Panja RUU Pilkada dan pemerintah masih membahas pasal-pasal yang belum disepakati. Menurut Riza, Komisi II tidak akan menggunakan masa reses untuk meneruskan pembahasan. Pembahasan akan dilanjutkan pada Masa Sidang V Tahun Sidang 2015-2016 yang dimulai 17 Mei.

Namun, Ketua DPR Ade Komarudin mendorong pembahasan revisi UU Pilkada dilanjutkan saat masa reses. Harapannya, pembahasan bisa selesai lebih cepat. “Mereka (Komisi II) harus mendapat izin saya untuk membahas RUU saat reses. Tentu saya akan beri izin karena kita dikejar waktu, Komisi Pemilihan Umum harus bekerja sesuai jadwal,” kata Ade. (NTA/AGE/APA/NIK/FLO)

Source: Kompas.com

You may also like
Pelajaran dari Aldi Taher yang ”Menggocek” Dunia Pemilu
Survei: Banyak Masyarakat Belum Tahu Pemilu 2019 Serentak
Tak Ada Ideologi Politik di Jabar
PKS di Pilgub Jabar tanpa Konsultan Politik Eep Saefullah Fatah

Leave a Reply