BANDA ACEH – Pengamat politik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Taqwaddin menilai kunjungan deklarator Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Tgk Hasan Muhammad Di Tiro (83) di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Sabtu (11/10), lebih terkesan sebagai ajang unjuk kekuatan (show of force) bagi Partai Aceh.
“Dari atribut yang terpajang mencolok diseputaran Masjid Raya Bariturrahman itu laiknya arena kampanye Partai Aceh karena hampir semua massa yang datang dari berbagai kabupaten/kota memasang pengikat kepala atribut partai Aceh, termasuk pada kendaraan dipenuhi stiker partai lokal ini,” katanya di Banda Aceh.
Atribut ukuran besar Partai Aceh terpasang menjulang tinggi diatas sebuah mobil derek di luar pagar masjid kebanggaan masyarakat Aceh itu, sedangkan bendara Merah Putih sebagai simbul Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) tidak terlihat.
“Hari ini terkesan Masjid Raya Baiturrahman yang menjadi kebanggaan masyarakat Aceh ‘dikuasai’ Partai Aceh,” katanya.
Kenyataan itu terlihat, pada tiang beton bendera Merah putih Masjid Baiturrahman juga sempat dinaikkan bendera Partai Aceh selama hampir delapan jam, namun sekitar pikil 12.30 WIB diturunkan aparat keamanan digantikan kembali dengan bendera Merah Putih bersamaan kehadiran deklarator GAM itu.
Penurunan bendara Partai Aceh dari tiang bendera Merah Putih di halaman masjid kebanggaan masyarakat itu tanpa insiden, kecuali disambut dengan suara huuuu oleh ratusan ribu orang yang sejak pagi hari sudah berada di seputaran areal Masjid Raya untuk menyambut kepulangan Hasan Tiro di Aceh.
Beberapa karangan bunga ucapan selamat kepulangan Hasan Tiro–panggilan kepada Tgk. Hasan Muhammad Di Tiro yang dikirim Komite Peralihan Aceh (KPA), Majlis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) serta dari Partai Aceh juga terpajang dipinggiran jalan areal luar pagar Masjid Raya Baiturrahman.
(wir/ann)
Source : Harian Waspada, 12 Oktober 2008
sangat bangga mayarakat aceh ketia wali (hasan tiro) saweue gampong. hampir seluruh wilayah diaceh mengunjunginya dan menziarahi makam-makam ulama syuhada juga makam sahabat seperjuangannya. tetapi sangat menyesalkan orang aceh karena wali tidak melakukan shalat di aceh.
“meudo`a watei saket, meuratep watei geumpa. seumbahyang wajeib uroe jumu`at, sumbahyang sunat oh uroe raya”.
hal itupun mungkin tidak dikerjakan, karena tidak pernah kita dengar disaat wali ada di Aceh melaksanakan shalat jum`at di mesjid.