JAKARTA, KOMPAS — Sebagian partai politik di Indonesia menganggap munculnya gerakan kerelawanan politik sebagai peluang untuk berbenah diri. Bahkan, jika semangat kerelawanan bisa ditumbuhkan di dalam partai, hal itu akan memperkuat aspek ideologis partai karena menjadikan institusi itu sebagai wadah berkontribusi, bukan tempat mencari keuntungan.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman, Senin (16/5), menuturkan, partainya menilai gerakan kerelawanan sebagai mitra sekaligus stimulans untuk bekerja lebih baik.
PKS terbuka untuk bekerja sama dengan kelompok relawan, bahkan siap menerima mereka masuk ke dalam partai. ”Akan tetapi, menurut saya, lebih baik mereka berada di luar partai agar dapat memerankan posisi sebagai mitra dan stimulans,” katanya.
Gerakan kerelawanan kini tumbuh dalam bentuk nonelektoral, seperti gerakan dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, ataupun bentuk elektoral, misalnya Kawal Pemilu 2014, Kawal Pilkada 2015, serta Teman Ahok dan Jogja Independent. Gerakan ini membuat warga lebih berdaya, menjadi subyek dalam proses politik, dan bukan semata menjadi obyek melegitimasi agenda elite politik (Kompas, 16/5).
Menurut Sohibul, PKS juga sudah berusaha menumbuhkan semangat kerelawanan dalam tubuh partai. ”Di PKS diajarkan terjun dalam politik adalah berkontribusi, bukan mencari nasi. Praktiknya memang tidak seideal itu, tapi paling tidak ini jadi pengerem untuk menjaga keseimbangan,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto juga mengatakan, partainya terus berusaha menumbuhkan semangat kerelawanan. Apalagi, PDI-P sebenarnya dibangun atas dasar prinsip kerelawanan.
Di saat yang sama, lanjut Hasto, PDI-P juga terus berusaha mengembangkan infrastruktur partai agar dapat menjalin hubungan baik dengan relawan. ”Relawan menjadi jembatan untuk melengkapi fungsi partai. Sebagai organisasi yang memuat kepentingan kolektif, sering kali partai terikat pada mekanisme internal dalam mengambil keputusan sehingga dinilai tidak mampu bergerak cepat. Kelemahan inilah yang ditutup relawan yang secara kultural memiliki kedekatan dengan garis ideologi partai,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga menilai relawan sebagai pelengkap partai dalam menjalankan tugasnya. Jadi, kehadiran mereka bukanlah ancaman terhadap eksistensi partai.
Saat pemilu legislatif dan Pemilu Presiden 2014, begitu pula setiap kali pemilihan kepala daerah, dia mencontohkan, keberadaan relawan sangat penting untuk membantu partai memenangkan calonnya. Pasalnya, partai tak mungkin semata mengandalkan mesin partai agar bisa menang.
Relawan ini akan dengan mudah muncul ketika calon yang diusung partai bergerak selaras dengan keinginan publik. Oleh karena itu, agar mereka ikut membantu dalam setiap pemilihan, partai selalu melakukan penjaringan agar calon yang dipilih partai tidak berbeda dengan keinginan publik.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Amanat Nasional Viva Yoga menuturkan, partainya juga memiliki relawan dalam berbagai pemilihan. ”Saat pemilu, saya juga membentuk tim relawan. Mereka bekerja bukan berdasarkan gaji, melainkan kesadaran politik. Mereka bekerja karena percaya bahwa aspirasi politiknya bisa dititipkan kepada calon yang didukung,” katanya.
Peneliti senior Para Syndicate Institute Toto Sugiarto menegaskan, sudah semestinya partai menyambut baik kehadiran relawan. Pasalnya, mereka juga turut mendorong pemilihan agar berjalan jujur dan adil.
Menurut Toto, kehadiran relawan dalam Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu menjadi salah satu contoh baik dalam perpolitikan Indonesia. Mereka benar-benar bekerja mandiri, tanpa bayaran. Setelah selesai bertugas kerelawanannya dalam proses pemilu, mereka kembali ke aktivitas masing-masing tanpa ada yang menuntut balasan atau pamrih.
Perlu terobosan
Pengajar Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menyampaikan, idealnya partai politik sadar bahwa mereka tengah ditantang kelompok masyarakat sipil yang mengambil bentuk gerakan kerelawanan politik. Dengan begitu, partai seyogianya berefleksi karena kehadiran gerakan kerelawanan yang sebagian menjalankan fungsi partai politik itu pertanda banyak orang yang tidak percaya kepada partai politik.
”Fenomena ini berlangsung global. Partai politik pelan-pelan mulai ditinggalkan, sedangkan kelompok di luar partai politik justru mendapat kepercayaan masyarakat. Ini terjadi di banyak negara,” kata kandidat doktor Ilmu Politik, Universitas Hamburg, Jerman, itu.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, yakin partai politik bisa berbenah karena memahami tantangan mereka akan semakin berat jika tidak membuat terobosan. Karena itu, dia menyarankan, partai politik menjadikan gerakan kerelawanan sebagai sekutu dalam mengedukasi rakyat.
Arie juga mendorong partai mencontoh cara-cara investasi politik yang dilakukan partai- partai pada masa Orde Lama. Saat itu partai lebih banyak mengedepankan program pelatihan untuk mengambil simpati rakyat ketimbang berkampanye lewat pidato. (GAL/APA/OSA)
Source : Kompas.com