BANDA ACEH – Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menyatakan sudah mengantongi draf tahapan baru pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan digunakan untuk menjadwal ulang tahapan pascaberakhirnya masa cooling down pada 5 September lalu.
Wakil Ketua KIP Aceh, Ilham Saputra mengatakan, poin-poin apa saja terkait tahapan yang akan dijadwal ulang dan kapan waktu pelaksanaannya masih terus dimatangkan. Bahkan dalam waktu dekat draf tahapan yang baru ini lebih lanjut akan di-breakdown ulang dengan melibatkan seluruh KIP kabupaten/kota.
“Sejauh ini kita baru menyiapkan draf, tapi belum ditentukan secara detail, karena masih menunggu disahkannya qanun lebih dulu. Seluruh kabupaten/kota akan kita panggil, karena penjadwalan ulang ini juga berimplikasi dengan kerja KIP kabupaten/kota,” kata Ilham yang ditemui wartawan di ruang kerjanya, Senin (5/9).
Menurutnya, KIP masih terus mengikuti perkembangan situasi terakhir menyusul akan dibahasnya qanun pilkada yang baru dalam dua pekan mendatang. Namun, untuk tahapan yang terkait dengan pelaksanaan pilkada akan terus dimatangkan.
“Apa-apa saja yang akan kita lakukan untuk penjadwalan ulang tahapan, akan ditentukan setelah qanun pilkada yang baru disahkan. Untuk sekarang yang baru ada cuma draf dan ini akan masih kita utak-atik dan dibahas dengan kabupaten/kota,” ujarnya.
Butuh dukungan
Anggota Komisioner KIP, Tgk Akmal Abzal yang ditemui terpisah kemarin mengakui KIP masih mengkhawatirkan kondisi Pilkada Aceh pascaterjadinya penghentian sementara tahapan (cooling down) pilkada. Dalam situasi seperti ini, katanya, KIP memerlukan dukungan politik pemerintah pusat.
“Kami berharap pemerintah pusat dan Kementerian Dalam Negeri memberi dukungan baik secara hukum maupun secara politis untuk keberlanjutan pilkada di Aceh setelah berakhirnya masa cooling down,” katanya.
Menurut Akmal, kedatangan tim dari pusat ke Aceh yang diwakili Dirjen Otda Kemendagri, Prof Dr H Djohermansyah Djohan bersama tim Menkopolhukan pada Kamis lusa diharapakan akan memberi dampak positif bagi penyelesaian konflik regulasi pilkada di Aceh, di samping sebagai bentuk dukungan politik pemerintah terhadap kemajuan demokrasi di Aceh.
“Kalaupun ada persoalan-persoalan yang berpotensi memunculkan pemahaman yang berbeda terhadap regulasi, pemerintah setidaknya dapat menjembatani menuju pada satu titik temu yang bisa diterima oleh semua pihak,” ucapnya.
Disebutkan, persoalan konflik regulasi yang masih terus mengemuka hingga kini juga membuat KIP berada pada posisi dilematis. Bahkan, kata Akmal, KIP perlu meminta ketegasan dari pemerintah pusat tentang masa depan Pilkada Aceh jika persoalan yang muncul saat ini tidak mencapai titik temu, terutama dalam kaitannya pembahasan qanun di DPRA.
“Bagi KIP soal lanjut atau tunda pilkada, harus ada ketetapan hukum yang jelas. Pemerintah pusat harus memberi kepastian hukum, apakah dilanjutkan atau ditunda. Ini harus tegas,” ujarnya.
Sistem coblos
Akmal juga menyebutkan, pascaberakhirnya masa cooling down tahapan pilkada, KIP di kabupaten/kota sudah dapat menyiapkan perencanaan untuk tahap sosialisasi. Sedangkan kegiatan sosialisasi secara masif di lapangan baru dapat dilakukan setelah adanya tahapan baru yang disusun berdasarkan penjadwalan ulang setelah adanya qanun pilkada yang baru.
Menurut Akmal, dampak dari proses adanya cooling down pilkada juga membuat jadwal pengumuman daftar pemilih sementara (DPS) tertunda yang seharusnya berakhir pada 6 September sesuai dengan tahapan yang disusun KIP.
“Untuk pengumuman DPS selanjutnya akan kembali dilakukan setelah adanya tahapan penjadwalan ulang,” kata Akmal yang juga Ketua Divisi Sosialisasi KIP.
Dia tambahkan, untuk pilkada 2011, proses pemungutan suara masih menggunakan sistem pencoblosan. Keputusan ini merujuk pada Pasal 60 Qanun Nomor 3/2005 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubenur. (sar)
Source : Serambi Indonesia
Posted with WordPress for BlackBerry.