Hajatan politik di Provinsi Jawa Timur hampir berakhir. Inilah saat untuk mengingat kembali kontrak politik yang disodorkan sejumlah komunitas masyarakat kepada para kandidat kepala daerah.
Tidak kurang dari empat kontrak politik wajib ditandatangani para kandidat bila mereka berharap dukungan dari lapisan masyarakat di Jatim. Dimulai dari ikrar ”siap menang siap kalah” para calon kepala daerah di hadapan semua pimpinan Komisi Pemilihan Umum se-Jatim dan pejabat Polda Jatim pada 19 Juni 2008.
Komitmen politik para calon juga dituntut oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim pada 21 Juni 2008. Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah mengatakan, komitmen politik yang mencakup berbagai masalah hanya untuk mempermudah masyarakat menagih janji ketika salah satu pasangan calon memenangi pemilihan kepala daerah (pilkada).
Kontrak politik untuk menjaga dan merehabilitasi lingkungan disiapkan Koalisi Aktivis Lingkungan Hidup Se-Jatim pada 25 Juni lalu. Aktivis perempuan beberapa lembaga swadaya masyarakat menyiapkan kontrak politik untuk meningkatkan kesempatan, pemberdayaan, dan perlindungan perempuan pada 4-5 Juli lalu, yang diisi dengan dialog bersama para kandidat.
Menurut Erma Susanti, Ketua Koalisi Perempuan Prodemokrasi Samitra Abhaya, melalui dialog, kandidat diharapkan mampu bertukar pikiran menyangkut program pemberdayaan perempuan yang disiapkan. Sayangnya, tidak semua kandidat menghadiri dialog itu.
Pasangan Sutjipto-Ridwan Hisjam membatalkan kedatangannya dalam dialog itu kendati mendapat kesempatan pertama. Demikian juga pasangan Achmady-Suhartono. Pasangan Soenarjo-Ali Maschan Moesa hanya diwakili Ali Maschan. Adapun pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf serta pasangan Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono masing-masing menghadirkan Soekarwo dan Khofifah.
Menurut sejumlah aktivis perempuan, kandidat terkesan ”asal” memberikan tanda tangan pada kontrak. Yang penting, bisa mendapatkan dukungan.
Para aktivis lingkungan juga kecewa. Tadinya mereka mengharapkan para kandidat hadir bersama-sama untuk membuat ikrar yang sedianya diselenggarakan di sempadan Sungai Surabaya di kawasan Gunungsari. Namun, yang hadir hanya Mudjiono. Sedangkan Sutjipto datang lebih awal dari jadwal.
Oleh karena menganggap komitmen para kandidat terhadap lingkungan hanya basa-basi, aktivis lingkungan Jatim kembali menyurati para kandidat dan menyerukan agar kampanye yang dilakukan ramah lingkungan, seperti tidak memaku pohon untuk memasang poster atau baliho.
Pesimisme
Sosiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, menilai, banyaknya kontrak politik mencerminkan masyarakat enggan ”membeli kucing dalam karung”, sekaligus merefleksikan pesimisme masyarakat terhadap pemenuhan janji kampanye para kandidat.
”Kontrak politik dari masyarakat tidak dimaksudkan sebagai ikatan hukum, tetapi lebih pada ikatan moral untuk memastikan para calon memiliki komitmen untuk hal-hal tertentu. Kontrak politik sebenarnya tidak diperlukan bila visi misi sudah jelas dan (realisasinya) bisa ditagih oleh masyarakat,” tutur Bagong.
Siapa pun pemenang pilkada pada 23 Juli mendatang harap bersiap. Rakyat Jatim akan menagih janji.(nina susilo)
Source : Kompas.com