Jakarta, Kompas – Demokrasi yang dijalankan setengah-setengah, apalagi dibajak oleh oligarki atau segelintir elite, justru akan menjadi bumerang. Kebebasan yang diberikan demokrasi dengan mudah akan menjelma menjadi konflik horizontal, bahkan antarelite penguasa. Konflik horizontal di masyarakat mencerminkan kegagalan elite penguasa menjalankan demokrasi.
”Siapa pun tahu proses demokrasi di Indonesia hanya berkembang pada kulit luarnya, belum menyentuh hal-hal substansial. Jika terus begini, akan berbahaya bagi kehidupan bangsa,” kata Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Jumat (2/12).
Demokrasi pada dasarnya mengandung unsur kebebasan yang bertanggung jawab, partisipasi masyarakat, serta kepemimpinan yang adil dan mementingkan rakyat. Demokrasi yang dijalankan atas pilar-pilar tersebut akan menciptakan kedamaian dan kesejahteraan masyarakat luas.
Karena itu, pemerintah harus segera siuman dari situasi saat ini. Elite penguasa harus menjalankan demokrasi secara benar, jangan memelintir demokrasi hanya untuk merebut kekuasaan, yang ujungnya dipakai untuk kepentingan golongan dan kelompoknya.
Hal itu tentu saja membuat konflik mudah muncul, bahkan akan semakin merebak tatkala penegakan hukum lemah dan saat sama kesenjangan ekonomi terus melebar.
Demokrasi yang mengabaikan keadilan dan membiarkan kesenjangan ekonomi, ujar Ketua Masyarakat Profesional Madani (MPM) Ismed Hasan Putro, akan menciptakan malapetaka. ”Konflik horizontal bukan terjadi karena masyarakat kita pemarah atau kurang beradab. Konflik terjadi karena masyarakat frustrasi karena kemiskinan dan ketidakadilan,” kata Ismed.
Masyarakat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, adalah bangsa yang cinta damai dan mengutamakan kebersamaan. Kultur masyarakat tersebut kini rusak akibat elite penguasa membajak demokrasi untuk kepentingan kekuasaan.
Solusinya, kata Ismed, bukanlah pada masyarakat, melainkan bagaimana elite mengubah perilaku dan kultur mereka untuk bekerja demi kepentingan publik.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, pembajakan demokrasi oleh oligarki muncul karena wakil rakyat (legislatif) dan eksekutif tidak memiliki etika dan kultur politik yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat.
”Percuma saja peraturan diperketat dan sistem diperbaiki. Oligarki akan terus terjadi sepanjang kultur politik tidak dimiliki para elite,”” katanya.
Kegagalan demokrasi akhirnya akan berimbas pada pemilu yang merupakan praktik demokrasi. Jika terjadi keadaan demikian, pemilu dijalankan dengan prinsip-prinsip oligarkis atau dominasi kekuasaan oleh segolongan elite. (FAJ/LOK)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.