Jakarta, Kompas – Kontrak politik baru yang dibuat koalisi partai politik pendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah alat untuk mengekang kebebasan berpendapat anggotanya. Koalisi hanya membutuhkan komitmen dan konsistensi anggotanya untuk melaksanakan kebijakan yang sudah disepakati bersama.
Hal tersebut ditegaskan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa di Jakarta, Rabu (25/5). ”Sanksi yang ada dalam kontrak politik itu jangan dipahami sebagai bentuk pengekangan, intimidasi, atau untuk mengekang perbedaan pendapat,” kata Saan.
Sanksi keluar dari koalisi memang menjadi salah satu klausul dalam kontrak politik baru yang ditandatangani Yudhoyono dan setiap pimpinan parpol anggota koalisi. Parpol yang tidak melaksanakan kebijakan atau program yang sudah disepakati bersama dipersilakan keluar dari keanggotaan koalisi.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono di Istana Wakil Presiden menyatakan bahwa kontrak baru koalisi bertujuan agar komunikasi dengan Presiden Yudhoyono dapat berlangsung lebih intens. ”Selain itu, komitmen dalam pengambilan keputusan juga menjadi lebih jelas,” ujarnya.
Agung menegaskan, sikap kritis dalam pembahasan suatu isu strategis tetap dimungkinkan. Namun, jika sudah diambil, keputusan tersebut harus dilaksanakan di eksekutif dan legislatif.
Menurut Saan, koalisi sudah menyiapkan ruang untuk memperdebatkan perbedaan pendapat, pandangan, dan gagasan antaranggota koalisi. ”Ruang itu ialah Setgab (Sekretariat Gabungan). Di sanalah, parpol anggota koalisi bisa berdebat,” ujarnya.
Pandangan subyektif setiap parpol anggota koalisi bisa dibahas dan diperdebatkan dalam Setgab hingga akhirnya diambil kesepakatan yang harus dilaksanakan dan diamankan oleh para anggota koalisi.
”Jadi, begitu keluar kantor Setgab, tidak boleh ada lagi perbedaan pendapat karena sudah disepakati bersama,” kata Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Jafar menambahkan.
Kesamaan pendapat itu hanya menyangkut hal-hal yang bersifat strategis. Salah satunya mengenai paket undang-undang politik yang saat ini masih dibahas di DPR. Perbedaan pandangan dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum atau revisi UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum akan diselesaikan di Setgab.(NTA/ATO)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.