Jakarta, Kompas – Komisi Pemilihan Umum meminta partai politik yang membutuhkan salinan daftar pemilih sementara atau DPS meminta data tersebut ke kantor KPU di masing-masing kabupaten/kota. Salinan DPS hanya akan diberikan dalam bentuk salinan dokumen elektronik (soft copy), bukan dalam bentuk cetakan (hard copy).
”Parpol yang membutuhkan salinan DPS silakan bawa flash disk atau disket untuk mengopi data tersebut di KPU kabupaten/kota,” kata anggota KPU, Sri Nuryanti, Jumat (8/8).
Langkah ini, diakui Nuryanti, menyalahi perundang-undangan. Pasal 36 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan, DPS yang diumumkan selama tujuh hari oleh Panitia Pemungutan Suara untuk mendapat masukan dari masyarakat harus diberikan juga oleh Panitia Pemungutan Suara kepada yang mewakili parpol peserta pemilu di tingkat desa/kelurahan.
Anggaran untuk mengagendakan salinan DPS untuk parpol belum ada. KPU berinisiatif untuk tetap mengumumkan DPS karena ingin mematuhi jadwal tahapan yang telah ditetapkan.
”KPU belum memberitahukan hal ini kepada parpol, tetapi KPU memberitahukan hal ini melalui media massa,” ujar Nuryanti.
Dengan metode ini, artinya parpol diminta lebih proaktif untuk memperoleh salinan DPS. Padahal, menurut ketentuan undang-undang, seharusnya penyerahan salinan itu menjadi kewajiban KPU.
Berdasar hasil olahan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4), Data Agregat Kependudukan per Kecamatan, serta laporan perbaikan dari setiap KPU provinsi, jumlah pemilih sementara Pemilu 2009 diperkirakan mencapai 174 juta pemilih. Jumlah ini berarti meningkat sekitar 11 persen dari pemilih potensial yang tercatat dalam DP4 sebanyak 154.741.787 pemilih.
Data terpusat
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Matahari Bangsa Ahmad Rofiq mengatakan, parpol banyak terlambat mengetahui informasi tentang persoalan administrasi pemilu karena informasi yang ada tidak disampaikan secara langsung kepada parpol.
Dalam kasus penyampaian DPS yang menempatkan parpol sebagai pihak yang proaktif, menurut Rofiq, tidak semua parpol memiliki kemampuan untuk memperbarui data pemilih secara nasional. Kondisi ini dipastikan akan membuat data pemilih yang diolah parpol justru menimbulkan kesimpangsiuran. Hal itu karena sering kali data yang diolah parpol di tingkat bawah tidak sinkron dengan data yang diolah parpol di tingkat pusat.
”Jika setiap parpol mencari data DPS ke masing-masing KPU kabupaten/kota, hal ini tak dapat dilakukan secara serentak. Saat ini parpol sedang berkonsentrasi mengurus pencalonan calon anggota legislatif,” katanya.
Sikap KPU kabupaten/kota juga dinilai cenderung menyepelekan partai yang ada di daerah.(MZW)
Source : kompas.com