Home > Education > Political Marketing > Kurangi Kursi di Daerah Pemilihan

Kurangi Kursi di Daerah Pemilihan

Jakarta, Kompas – Penyederhanaan partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebuah keniscayaan. Banyaknya kekuatan politik di parlemen membuat sistem presidensial tidak efektif. Pengurangan jumlah kursi di setiap daerah pemilihan dinilai mampu mengatasi masalah itu.

”Semakin kecil jumlah kursi di daerah pemilihan (dapil) yang diperebutkan, kompetisi akan semakin besar. Partai politik (parpol) harus bekerja sungguh-sungguh apabila ingin mendapatkan kursi di parlemen,” ujar peneliti Indonesia Institute, Hanta Yuda, Jumat (3/6) di Jakarta.

Pengurangan jumlah kursi per dapil, menurut ahli hukum pidana dan pemilu Universitas Indonesia, Topo Santoso, memberi peluang untuk mengurangi sisi negatif dari sistem pemilu proporsional yang digunakan Indonesia saat ini.

Guru Besar Ilmu Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, Surabaya, Ramlan Surbakti pernah menyebutkan, pengurangan jumlah kursi per dapil menjadi sekitar 3-6 kursi dari 6-12 kursi akan sangat efektif menyederhanakan parpol di parlemen.

Hal ini sesuai dengan hasil studi perbandingan sistem pemilu. Selain tidak membuang suara pemilih, dia memperkirakan hanya enam partai yang akan mengisi parlemen dengan cara ini.

Dengan kenaikan ambang batas, menurut Ramlan, semakin banyak suara rakyat yang akan terbuang. Kenaikan ambang batas hanya bermanfaat jika masyarakat bisa memilah mana parpol yang mampu dan tidak mampu lolos dari ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan mengirimkan wakil rakyat. Kenyataannya, di Indonesia masih banyak warga yang belum mampu memilah.

Sementara Hanta menilai, semestinya semua instrumen untuk menyederhanakan parpol digunakan. Selain pengurangan jumlah kursi per dapil, dalam jangka panjang diperlukan juga penataan ulang desain sistem pemilu. Di sisi lain, kenaikan ambang batas diperlukan secara bertahap.

”Kenaikan ambang batas ini semangatnya bukan untuk memberangus partai kecil. Jadi, angkanya perlu dinaikkan secara bertahap. Selain itu, diperlukan juga konsistensi dalam penerapan ambang batas parlemen,” tutur Hanta lagi.

Di sisi lain, Hanta menambahkan, diperlukan ambang batas pembentukan fraksi (fractional threshold) yang bisa diatur dalam Undang-Undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dengan demikian, partai dipaksa berkoalisi dan sistem kepartaian di parlemen semakin sederhana.

Berlarut-larut

Dalam pembahasan draf revisi terhadap UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, fraksi-fraksi di DPR terpecah. Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menginginkan angka ambang batas parlemen naik menjadi 5 persen, Partai Demokrat 4 persen, Partai Keadilan Sejahtera 3-4 persen, dan lima fraksi lain mengharapkan ambang batas parlemen tetap 2,5 persen. Dalam penetapan draf oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR, sempat disepakati angka ambang batas parlemen itu 3 persen. Akan tetapi, kini ambang batas itu diperdebatkan kembali.

Hal ini, Topo melanjutkan, menjadi berlarut-larut karena semua pihak sudah melihat keuntungan dan kerugian yang akan dialami. Semestinya prinsip yang digunakan dalam menyusun aturan kepemiluan adalah mencari sistem yang mendekatkan anggota parlemen pada konstituennya dan cara yang memudahkan konstituen untuk mengontrol wakilnya.

Secara terpisah, Ketua Baleg DPR Ignatius Mulyono di Jakarta pada Jumat mengakui, rapat pleno penyelesaian penyusunan draf revisi UU Pemilu dilaksanakan Rabu pekan depan. Semestinya draf itu disepakati pada 26 Mei lalu. Namun, Baleg DPR gagal mencapai kesepakatan karena masih ada perbedaan pandangan mengenai usulan angka ambang batas parlemen.

Selain itu, ada juga beberapa masalah krusial yang belum disepakati. Ketua Kelompok F-PDIP di Baleg DPR Arif Wibowo menjelaskan, ada delapan isu krusial dalam penyusunan draf revisi UU Pemilu, di antaranya ambang batas parlemen, mekanisme penyelesaian sengketa pemilu, pengaturan kampanye dan dana kampanye untuk meminimalkan politik uang, pengaturan tahapan pemilu, rekapitulasi penghitungan suara, dan keterwakilan 30 persen perempuan. Untuk keterwakilan 30 persen perempuan, semua fraksi setuju. (ina/nta)

Source : Kompas.com

Posted with WordPress for BlackBerry.

You may also like
Pemilu Turki, Pengamat: Partai atau Caleg yang Bagi-bagi Sembako dan Politik Uang Tak Dipilih Rakyat
Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres
Jajak Pendapat Litbang “Kompas” : Pemilih Muda Lebih Kritis Memandang Kinerja Parlemen
Muhaimin Iskandar dan Jejak Lihai Sang Penantang Politik

Leave a Reply