Jakarta, Kompas – Pemerintah dan DPR diharapkan segera menyelesaikan paket undang-undang politik sehingga persiapan penyelenggaraan Pemilihan Umum 2014 bisa dilakukan lebih awal. Persiapan pemilu paling tidak membutuhkan waktu 2,5 tahun sebelum pemungutan suara bulan April 2014.
Anggota Komisi II DPR yang juga Ketua Kelompok Fraksi PDI-P di Badan Legislasi DPR, Arif Wibowo, di Jakarta, Minggu (21/11), mengingatkan, pemerintah dan DPR harus mempunyai semangat yang sama untuk pembahasan paket undang-undang politik, selambat-lambatnya disahkan pada Oktober 2011.
”DPR melalui Badan Legislasi dalam pembahasan perubahan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD telah bersepakat, tahapan pemilu dimulai 2,5 tahun sebelum pemungutan suara Pemilu 2014, yang berarti akan jatuh pada tanggal 9 November 2011 jika pemungutan suara dilaksanakan tanggal 9 April 2014,” kata Arif.
Lebih lanjut Arif mengatakan, tahapan pemilu disepakati 2,5 tahun sebelum pemilu agar seluruh persiapan berikut tahapan proses pemilu menuju pemungutan suara menjadi lebih demokratis, jujur, dan adil. Dengan demikian, katanya, persiapan pemilu dari berbagai aspek, seperti konsolidasi penyelenggara pemilu, ketersediaan anggaran, sarana dan prasarana pendukung, penyusunan daftar pemilih, dan persiapan peserta pemilu, dapat dilakukan dengan baik.
”Untuk itu, perpanjangan waktu di setiap tahapan pemilu adalah penting. Hal itu agar beban penyelenggara dan peserta tak menumpuk pada satu waktu tahapan tertentu akibat pendeknya waktu sehingga menimbulkan berbagai masalah,” ujarnya.
Pengalaman Pemilu 2009
Pemilu 2009, kata Arif, yang hanya mempunyai waktu persiapan selama satu tahun, telah menunjukkan kenyataan banyaknya karut-marut dalam tahapan pemilu.
”Pada Pemilu 2009, penyelenggara dan peserta pemilu mempunyai waktu yang pendek mempersiapkan tahapan pemilu sehingga terbuka peluang transaksi politik dan pengawasan yang lemah,” katanya.
Arif menyebutkan sejumlah pekerjaan yang harus dikerjakan oleh penyelenggara pemilu dalam waktu yang bersamaan, seperti penyelesaian masalah anggaran, pemutakhiran data pemilu, persiapan logistik pemilu, verifikasi partai politik peserta pemilu, pembentukan panitia pemilihan kecamatan dan panitia pemungutan suara, serta sosialisasi pemilu.
Di sisi lain, partai politik sebagai peserta pemilu juga melakukan pekerjaan dalam waktu yang sama, seperti konsolidasi internal partai, perekrutan calon anggota legislatif, kampanye, dan penggalangan dukungan untuk memenangi pemilu.
Untuk mengejar target legislasi, termasuk menyelesaikan paket undang-undang politik itu, DPR akan lebih mengoptimalkan hari legislasi. Selain itu, masa reses pun diusulkan dikurangi agar DPR memiliki cukup waktu untuk membahas rancangan undang-undang.
Usulan pengurangan waktu reses disampaikan Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ignatius Mulyono, di Jakarta, Minggu. Masa reses DPR yang biasanya ditetapkan selama satu bulan dinilai masih berlebihan. ”Satu bulan itu terlalu banyak. Harus dikaji ulang, disesuaikan dengan kebutuhan,” katanya.
Sejak dilantik pada Oktober 2009, anggota DPR sudah menjalankan lima kali reses yang lamanya diperkirakan 3,5 bulan hingga 4 bulan. Selama reses, mereka berkegiatan di luar, seperti kunjungan kerja ke daerah, studi banding ke luar negeri, mengunjungi konstituen, dan beristirahat. Praktis, DPR kehilangan banyak waktu untuk melaksanakan fungsi legislasi.
Menurut Mulyono, idealnya lamanya waktu reses dikurangi sehingga DPR memiliki waktu lebih banyak untuk menjalankan fungsi legislasi. Jangan satu bulan, tetapi cukup 20 hari. ”Reses untuk perorangan atau partai enam hari, reses komisi atau badan enam hari, dan delapan hari untuk istirahat anggota. Jadi, cukup 20 hari saja,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri berpendapat, seharusnya DPR menambah hari kerja untuk mengejar target legislasi, bukan mengurangi hari kerja seperti yang selama ini dilakukan. (NTA/SIE)
Source: kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.