Home > Education > Political Marketing > Lika-liku Pembahasan Ulang Raqan Pilkada

Lika-liku Pembahasan Ulang Raqan Pilkada

Rapat Badan Musyawarah DPRA akhirnya memutuskan menghentikan pembahasan ulang rancangan Qanun Pilkada. Inilah lika-liku pembahasan rancangan qanun itu.

Konflik politik di Aceh berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 35/PUU-VIII/2010 yang mencabut pasal 256 Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Pasal ini menyebutkan, calon perseorangan (independen) hanya berlaku satu kali setelah Undang-undang itu diberlakukan.

Namun DPRA tak terima dengan pencabutan pasal itu. Sebab, selain dinilai mengutak-atik UUPA, cara itu dianggap tak menghargai kesepakatan damai MoU Helsinki.

Di sisi lain, para pendukung calon independen justru mendesak pencabutan pasal itu, agar calon independen masuk dalam Pilkada. Puncaknya, pada 28 Juni lalu, DPRA lewat voting mensahkan rancangan Qanun Pilkada tanpa memasukkan calon independen. Gubernur Irwandi Yusuf yang maju kembali dari jalur independen menolak menandatangani rancangan qanun itu.

Ketegangan politik pun berlanjut. Kisruh regulasi ini merembet hingga ketegangan antara eksekutif dan legislatif di Aceh. Bahkan, 17 partai politik pun bersatu untuk melindungi UUPA ini. Persoalan ini akhirnya dibawa ke Jakarta.  

Berikut adalah timeline pembahasan ulang Rancangan Qanun Pilkada

 

3 Agustus:
Difasilitasi Depdagri, para pihak (Eksekutif, Legislatif, KIP dan perwakilan partai) duduk satu meja membahas solusi konflik regulasi Pilkada Aceh di Jakarta. Pertemuan itu berakhir dengan kesepakatan cooling down selama selama sebulan dan dilanjutkan dengan pembahasan ulang qanun pilkada.

4 Agustus:
Menteri Dalam Negeri mengirimkan surat kepada Gubernur Aceh, DPRA dan KIP. Dalam surat bernomor 121.11/2988/SJ itu disebutkan pembahasan ulang qanun Pilkada dilakukan setelah berakhirnya masa cooling down pada 5 September 2011. Surat itu juga menyebutkan: “Pembahasan rancangan Qanun dimaksud agar diselesaikan selama 2 (dua) minggu dan telah mendapatkan persetujuan bersama antara gubernur Aceh dengan DPRA dan selanjutnya dapat disampaikan pada Menteri Dalam Negeri untuk dilakukan klarifikasi dan evaluasi, selambat – lambatnya minggu ketiga bulan september 2011.”

16 Agustus:
Sekretaris Daerah Pemerintah Aceh menyerahkan ulang draft rancangan qanun yang sudah pernah ditolak dewan pada masa sidang sebelumnya

22 Agustus:
Badan Legislasi DPRA mengkaji ulang draft qanun Pilkada

5 September:
Masa cooling down (jeda sementara) berakhir.

7 September:
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan datang ke Aceh untuk memantau perkembangan pembahasan ulang rancangan qanun pilkada. Djohermansyah bertemu dengan DPRA, Gubernur dan KIP.

8 September:
Badan Legislasi DPRA hentikan telaah draft qanun dan mengirim rekomendasi ke pimpinan dewan untuk tidak melanjutkan pembahasan ulang draft Rancangan Qanun Pilkada. Alasannya, rancangan qanun Pilkada tidak dapat dibahas ulang karena bertentangan dengan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007, tentang Tata Cara Pembentukan Qanun. Pada pasal 33 disebutkan, rancangan qanun yang tidak mendapat persetujuan bersama antara gubernur/bupati/wali kota, dan DPRA/DPRK, tidak dapat diajukan kembali dalam masa sidang yang sama.

12 September:
Rapat pimpinan dewan membahas pelaksanaan rapat Badan Musyawarah Dewan

13 September:  
Rapat Badan Musyawarah DPRA memutuskan menghentikan pembahasan ulang draft rancangan qanun pilkada sesuai rekomendasi dari Badan Legislasi DPR Aceh. []

Source : Atjeh Post 13 September 2011

Posted with WordPress for BlackBerry.

You may also like
Demokrat, PNA dan PAN Dikabarkan Usung Irwandi dan Nova Iriansyah
A Fork in the Road for Aceh
Pentingnya Posisi Aceh dalam Politik Nasional
Scenarios for Aceh’s turning point

Leave a Reply