Jakarta, Kompas – Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menyadari draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum harus secepatnya diselesaikan. Karena itu, lobi akan diintensifkan agar dapat segera menemukan kesepahaman mengenai usulan angka ambang batas.
Kepala Kelompok Fraksi Partai Golkar di Badan Legislasi (Baleg) Taufiq Hidayat pada Jumat (10/6) menjelaskan, lobi tidak hanya dilakukan antarfraksi di Baleg, tetapi juga antar-unsur pimpinan fraksi partai politik (parpol) di DPR. Upaya lobi juga akan dilakukan antar-unsur pimpinan parpol.
”Mengapa perlu lobi antar-parpol? Itu karena apa yang ada di Baleg belum tentu sama dengan apa yang diputuskan partai,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Taufiq optimistis kemungkinan ada kesepahaman fraksi-fraksi di Baleg masih terbuka. Syaratnya, fraksi-fraksi tidak memaksakan pendapat masing-masing seperti yang terjadi selama ini.
Fraksi Partai Golkar berharap, angka ambang batas yang diusulkan dalam draf revisi UU Pemilu tidak harus dipaksakan satu angka. Bisa saja semua usulan angka ambang batas dari fraksi-fraksi dicantumkan dalam draf revisi UU Pemilu.
Seperti diketahui, Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengusulkan kenaikan ambang batas 2,5 persen menjadi 5 persen. Adapun Fraksi Partai Demokrat mengusulkan 4 persen dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengusulkan ambang batas 3 persen-4 persen. Sementara Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya masing-masing mengusulkan ambang batas tetap 2,5 persen dengan toleransi kenaikan 3 persen.
Menurut Taufiq, prinsip perbedaan pendapat seharusnya tetap dikedepankan dalam penyusunan draf revisi UU Pemilu. ”Dalam kondisi sekarang, tidak mungkin ada satu usulan. Maka alternatifnya, semua usulan dicantumkan di dalam draf,” ujarnya.
Apalagi, Baleg baru menyusun draf revisi UU Pemilu yang masih harus disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna. Artinya, angka ambang batas yang dicantumkan dalam draf revisi UU Pemilu bukanlah angka final. Usulan itu masih harus dibahas dalam pembahasan tingkat satu bersama pemerintah.
Sementara itu Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Priyo Budi Santoso menyesalkan alotnya penyusunan draf revisi UU Pemilu. Jika hal itu tidak segera diselesaikan, dia khawatir pelaksanaan tahapan Pemilu tak sesuai dengan jadwal, yakni Oktober 2011.
Oleh karena itu, Priyo meminta Baleg melakukan berbagai upaya agar kesepakatan segera tercapai. Dia juga memberikan batas waktu penyelesaian penyusunan draf revisi UU Pemilu paling lambat hingga akhir Masa Sidang IV Tahun Sidang 2010-2011 ini.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof Iberamsjah kemarin di Jakarta mengatakan, perdebatan (soal ambang batas) itu kepentingan partai sendiri, bukan kepentingan rakyat, demokrasi, atau untuk pencerdasan rakyat. ”Jelas ini tidak berguna dan memalukan bangsa. Mereka cermin politisi kotor yang terus saling menjegal,” tuturnya.
Secara terpisah Airlangga Pribadi, pengajar ilmu politik Universitas Airlangga, mengatakan, semestinya isu ini tidak menjadi perdebatan yang berlarut-larut, apalagi mengganjal pembahasan RUU Pemilu. (nta/ina)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.