Jakarta, Kompas – Rancangan Undang- Undang tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (16/12).
Selain memperketat syarat pendirian parpol, UU baru itu juga mewajibkan partai memiliki mahkamah yang bertugas menyelesaikan konflik internal.
Ketentuan tentang penyelesaian konflik internal partai itu disebut dalam Pasal 32 revisi UU Parpol. Perselisihan diselesaikan oleh internal parpol seperti diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga. Jika mahkamah parpol tak dapat menyelesaikan konflik, baru penyelesaian perselisihan diserahkan kepada pengadilan negeri.
Aturan penyelesaian perselisihan itu berbeda dengan aturan dalam UU No 2/2008. UU Parpol lama itu mengatur perselisihan diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Apabila tak bisa diselesaikan dengan cara mufakat, konflik bisa diselesaikan melalui jalan pengadilan.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Agus Poernomo, menjelaskan, ada dua pertimbangan terkait dikeluarkannya aturan itu. Salah satunya untuk mengurangi kemungkinan campur tangan pemerintah dalam penyelesaian konflik internal parpol.
”Jadi, diselesaikan internal dulu. Kalau tidak selesai, dikasih ke pengadilan,” katanya.
Konflik internal yang dialami Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi pertimbangan perlunya mahkamah parpol. Konflik PKB berlarut-larut sebab penyelesaiannya diserahkan ke pengadilan.
Selain itu, kata Agus, mahkamah parpol diperlukan sebagai sarana untuk menjalankan salah satu fungsi parpol, sebagai pengatur atau manajemen konflik.
Ketua Fraksi PKB DPR Marwan Ja’far sependapat jika parpol diwajibkan memiliki mahkamah internal. PKB juga siap membentuk mahkamah internal karena saat ini Dewan Pengurus Wilayah PKB Jawa Timur sudah membuat Majelis Tahkim yang bertugas menyelesaikan konflik.
Marwan memandang, mahkamah internal penting agar perselisihan parpol tidak dibawa ke ranah publik. Selain itu, penyelesaian konflik di pengadilan juga membutuhkan waktu yang panjang.
”Proses persidangan di pengadilan itu melelahkan, bisa sampai dua tahun,” ujarnya.
Bukan hanya itu, biaya yang harus dikeluarkan dalam penyelesaian konflik juga relatif mahal. Tidak hanya biaya dalam bentuk uang, tetapi juga biaya sosial dan politik.
Dengan adanya mahkamah parpol, diharapkan perselisihan bisa ditangani dengan cepat dan berbiaya murah. Apalagi, UU Parpol baru juga mengatur, perselisihan internal parpol harus diselesaikan paling lambat 60 hari. Putusan mahkamah parpol bersifat final dan mengikat sehingga harus dipatuhi oleh semua pihak yang berselisih. ”Kalau, misalnya, ada anggota yang menolak, ya out, keluar dari partai,” kata Marwan lagi. (NTA)
Source : Kompas.com