Home > Education > Political Marketing > Mari Saling Mendengar

2011: Tahun Kebenaran

Jakarta, Kompas – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, dialog dan komunikasi antara dirinya dan tokoh agama sangat penting karena bermanfaat mengurangi kesalahan persepsi. Presiden pun mengajak untuk saling mendengar, berbagi, serta memberi.

Hal itu disampaikan Presiden dalam pertemuan dengan tokoh agama di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/1) malam. Pertemuan didahului dengan makan malam bersama. ”Saya bersyukur dan berterima kasih atas kehadiran para tokoh. Semoga budaya saling mendengar di antara kita semakin tumbuh dengan baik. Sebab, adakalanya kita bicara dan adakalanya kita mendengar. Orang bijak mengatakan bahwa mendengar itu menyempurnakan kepribadian,” ujar Presiden.

Presiden menginginkan agar pertemuan semalam menjadi pertemuan sesama anak bangsa, yang bersama-sama bertanggung jawab atas masa depan negeri ini. ”Mari laksanakan pertemuan ini dalam suasana yang konstruktif. Saling menerima dan memberi. Komitmen kita sama. Kita ingin bangsa kita maju dan sejahtera,” ujar Presiden.

Dalam kesempatan itu, hadir Wakil Presiden Boediono dan sejumlah menteri terkait, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Timur Pradopo.

Dari kalangan tokoh lintas agama hadir Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siradj, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia Mgr MD Situmorang, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Andreas Yewangoe, Ketua Perwakilan Umat Buddha Indonesia Siti Hartati Murdaya, Ketua Parisada Hindu Dharma I Made Gde Erata, Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Wawan Wiratma, Presidium Matakin Budi Tanu Wibowo, Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Sahal Mahfud, Plt Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam Aceng Zakaria.

Hadir pula tokoh Buddha Bikhu Sri Mahathera Pannyavaro, tokoh Katolik Franz Magnis-Suseno, KH Salahuddin Wahid, I Nyoman Udayana Sangging. Mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif, yang juga diundang, tidak bisa hadir karena ada agenda lain. Demikian pula Romo Benny Susetyo.

Pertemuan tersebut, kata Presiden, merupakan prakarsa Din Syamsuddin. ”Prakarsa pertemuan dimulai dari pesan layanan singkat (SMS) Pak Din Syamsuddin. Beliau menginginkan dialog dan pertemuan dari hati ke hati,” ujar Presiden, yang menerima SMS Kamis (13/1) saat berada di Surabaya, Jawa Timur.

”Sesungguhnya, saya juga ingin untuk berkomunikasi langsung. Jadi, ketika saya sedang memikirkan waktu yang tepat dan sangat baik untuk bisa berkomunikasi saya dan jajaran pemerintah dengan pemuka agama, maka tepat apa yang ingin disampaikan Pak Din waktu itu. Tampaknya, ini jalan Allah SWT sehingga kita bisa bertemu, bertatap muka, dan berdialog,” jelasnya. Pertemuan yang kemudian tertutup untuk pers itu hingga pukul 23.00 masih berlangsung.

Siang harinya di Maarif Institute, para tokoh lintas agama itu menegaskan sikap untuk terus mengkritik pemerintah dan menyuarakan kepentingan masyarakat. Pertemuan dengan Presiden itu tidak menjadi akhir dari perjuangan menyuarakan aspirasi rakyat. ”Pertemuan itu bukan akhir dari segala-galanya,” tegas Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia Mgr MD Situmorang, Senin.

Ia menyatakan, meski tidak ada batas waktu tertentu yang akan diberikan kepada Presiden, semua pihak tetap akan memantau bersama-sama apa yang dikerjakan pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan yang menggelisahkan rakyat.

Dalam jumpa pers itu, KH Salahuddin Wahid membacakan pernyataan terdiri dari tujuh poin berisikan hal-hal yang belum dituntaskan pemerintahan Yudhoyono. Pemerintah, antara lain, dinilai gagal melakukan pemerataan kesejahteraan sehingga banyak warga yang menderita gizi buruk. Penegakan hukum juga gagal dilakukan pemerintah sehingga hukum dikalahkan oleh kekuasaan, serta uang.

”Kita harus mendesak pemerintah segera mengakhiri pengingkaran itu. Jika pemerintah menolak atau mengabaikan desakan itu, berarti pemerintah melakukan kebohongan publik, dalam pengertian ada kesenjangan antara ucapan dan tindakan atau antara pernyataan dan kenyataan,” kata Salahuddin.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung menegaskan, yang terpenting bukan pertemuan antara pemerintah dan tokoh agama, melainkan bagaimana pemerintah berusaha segera mewujudkan janji-janjinya kepada rakyat.

Senin siang di Gedung Joang, sejumlah tokoh melakukan pertemuan. Mereka mengkritik pemerintahan Yudhoyono. Tahun 2011 adalah ”tahun kebenaran” yang membongkar rangkaian kebohongan penguasa. Ekonom Rizal Ramli mengatakan, enam tahun berlalu dipenuhi pencitraan dan bungkus palsu tanpa prestasi menonjol.(HAR/ONG/NWO/WHY/ATO)

Source: Kompas.com

You may also like
Pemilu Turki, Pengamat: Partai atau Caleg yang Bagi-bagi Sembako dan Politik Uang Tak Dipilih Rakyat
Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres
Jajak Pendapat Litbang “Kompas” : Pemilih Muda Lebih Kritis Memandang Kinerja Parlemen
Muhaimin Iskandar dan Jejak Lihai Sang Penantang Politik

Leave a Reply