Home > Education > Political Marketing > “Marketing” Politik antara Mesin Politik dan Popularitas Figur

“Marketing” Politik antara Mesin Politik dan Popularitas Figur

Pilkada serentak 2017, khususnya Pilkada DKI Jakarta sudah terasa gaungnya. Semua partai sudah mulai menjagokan calonnya. Kekuatan politik parpol pun siap untuk dibangun. Dan para calon yang hendak menempuh jalur independen,  seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,sudah mulai juga menggerakkan massa politiknya di bawah tim kerja politiknyayang disebut  Teman Ahok.

Bersamaan dengan itu, berbagai strategi politik baik dari parpol maupun dari non parpol sudah bersiap-siap membangun dan memperluas jaringan politik  di tengah masyarakat.

Dan tidak lama lagi marketing politik digerakkan dengan menggelontorkan aneka macam iklan di media massa cetak dan elektronik, penguatan opini publik, pemanfaatan survei-survei politik, silaturahmi politik ke tokoh-tokoh berpengaruh, dan lain sebagainya.


Memang, karena persaingan politik menuju panggung kekuasaan begitu keras, maka yang dibutuhkan bukan hanya popularitas figur, tetapi juga dengan  apa yang disebut dengan mesin politik. Baik figur maupun mesin politik, sama-sama bekerja keras untuk melakukan apa yang disebut dengan marketing politik.

Karena kemenangan di panggung politik sangat ditentukan oleh dua faktor itu, yakni popularitas figur dan mesin politik, dus dukungan marketing politik yang andal.

Popularitas Figur

Artinya, dalam politik, mesin politik dan popularitas figur merupakan dua variabel yang dipercaya sangat menentukan sukses tidaknya sang calon meraih tampuk kekuasaan.  Namun,  ada sesuatu yang tidak terbantahkah bahwa selama ini, popularitas figur jauh lebih menentukan kemenangan politik ketimbang kerja mesin politik, meski bukan mutlak berlaku untuk setiap pemilu atau pilkada.

Mengapa?  Karena jika popularitas figur kuat, maka mesin politik bisa dibangun dengan mudah. Bahkan, dengan mudah pula, seorang figur yang populer bisa mengikat massa politik untuk menggerakkan mesin politik, entah itu yang ada di parpol atau pun di luar parpol.
Jadi, kedahsyatan popularitas figur lebih tinggi pengaruhnya daripada mesin politik. Figur yang populer dan karismatik akan mampu menjelma menjadi alat komunikasi politik yang jitu dalam kerangka pemenangan politik.

Apalagi popularitas figur didukung oleh struktur pasar politik serta kebijakan publik yang memungkinkan. Figur yang pupuler sebagai “penjual” atau “market” politik dalam menawarkan visi, misi dan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat pemilih sebagai “pembeli” akan menentukan politik pada tawaran kebijakan yang pro-rakyat.

Dalam kehidupan demokrasi dengan sistem pemilihan oneman one vote, tidak dapat disangkal popularitas figur menjadi senjata yang ampuh bagi kemenangan pemilu dengan dukungan politik kebijakan sebagai perekatnya yang menggoda.

Program yang sederhana bisa menjadi istimewa, jika itu disampaikan secara heroik dan lewat narasi-narasi dan gaya bahasa politik yang memikat oleh sang figur. Sehingga, dengan itu ia mampu menyedot selera politik rakyat.

Karena betapa pun hebatnya kebijakan yang ditawarkan kepada publik dengan strategi pemasaran politik yang tepat, tetapi jika sang figur tidak memiliki daya tarik, pesona, popularitas dan kharisma yang bisa menarik selera politik rakyat, maka semuanya akan terasa hambar, karena itu akan  terasa sulit untuk mendapatkan “pembeli”-nya.

Tidak dapat dimungkiri juga bahwa dalam kehidupan yang demokratis seperti sekarang ini telah membuat elite politik menempuh jalur politik popularitas sebagai jalan utama untuk meraih dan merengkuh suara rakyat. Atas pertimbangan inilah Ahok berani menempuh jalur independen dalam menghadapi pilkada DKI Jakarta 2017.

Mesin Politik
Meskipun popularitas figur lebih berpengaruh ketimbang mesin politik, tetapi peran mesin politik tidak bisa diabaikan. Di negara-negara demokratis, segala tema kampanye, beserta isu-isu politik yang menyentuh massa politik lebih berhasil jika itu dilakukan oleh mesin politik yang terorganisir dengan baik.

Artinya, lewat mesin politik yang sanggup membangun marketing politik yang baiklah visi, misi dan program kerja sang figur dapat diperkenalkan kepada rakyat. Beragamnya kesibukan masyarakat politik, hanya dapat dijangkau dan efektif lewat kerja mesin politik yang hebat dengan dukungan orang-orang profesional dalam kerja politik. Apalagi jika dilibatkan pula para konsultan politik yang memahami taktik dan strategi pemenangan.

Untuk itu, perlu dicatat bahwa meskipun dalam demokrasi dengan sistem pemilihan langsung, popularitas figur mengalahkan mesin politik, namun peran mesin politik entah itu di partai politik maupun lewat jalur independen, sangat signifikan dalam strategi pemenangan pertarungan memperebutkan kekuasaan.

Di samping itu, semakin prima dan berkualitas mesin politik akan semakin mudah bagi sang figur yang populer dan karismatik untuk meraih dan merengkuh kursi kekuasaan.

Karena itu, dalam menjelang pilkada 2017 ini, diperlukan sebuah kerja keras dari mesin politik  dengan bangunan strategi pemaparan program yang menyentuh hati rakyat, dus pembumian popularitas figur yang lebih menggairahkan di tengah massa politik rakyat.

*Thomas Koten, Direktur Social Development Center dan anggota MABES PPKRI, Penerus Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia

Source : netralnews.com

Posted from WordPress for Android

You may also like
Thomas Kuhn Dan Model 10 P Untuk Marketing Politik
Politik, Kekuasaan dan Industri Media
Tak Ada Ideologi Politik di Jabar
How Social Media, Microtargeting and Big Data Revolutionized Political Marketing

Leave a Reply