Banda Aceh, Kompas – Penembakan oleh orang tak dikenal terhadap pekerja bangunan di Aceh akhir-akhir ini memiliki pola sasaran yang sama. Jenis senjata yang digunakan pun sama, yaitu AK-47. Semua pihak diminta tak terprovokasi dengan kejadian tersebut.
”Sasarannya pun sama, warga pendatang. Kami masih mengembangkan untuk mempelajari keterkaitan peristiwa-peristiwa itu,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh Ajun Komisaris Besar Gustav Leo di Banda Aceh, Jumat (6/1).
Belum ada pelaku penembakan yang ditangkap. Polisi juga belum mengetahui motif penembakan. Namun yang jelas, sasaran penembakan adalah warga pendatang dari kalangan bawah, seperti buruh kasar, petani, pekerja toko, dan pekerja bangunan.
Secara terpisah, Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar mengatakan, siapa pun yang menetap di Aceh, termasuk pendatang, untuk bekerja mencari nafkah harus dilindungi dan mendapatkan rasa aman. ”Jangan sampai ada yang terprovokasi pancingan-pancingan yang destruktif seperti ini. Apalagi provokasi kekerasan yang mengorbankan suku tertentu,” katanya.
Muhammad Nazar mengatakan, perdamaian Aceh sangat mahal harganya dan perlu diisi seluruh rakyat serta pemerintahan. ”Karena itu, kami mengharapkan dan meminta tak ada satu pun dan dari pihak mana pun yang mengganggu Aceh serta memanfaatkan isu-isu Pilkada 2012,” ujarnya.
Komite Peralihan Aceh (KPA) melalui juru bicaranya, Mukhlis Abee, menyatakan mendukung langkah polisi untuk mengungkap serangkaian kasus penembakan di Aceh tersebut. KPA Pusat telah menginstruksikan hal ini ke semua mantan kombatan Gerakan Aceh merdeka (GAM) di lapangan.
KPA merupakan tempat bernaung mantan kombatan GAM pasca-berakhirnya konflik bersenjata di Aceh.
Penembakan oleh orang tak dikenal di Aceh terakhir menimpa tiga pekerja bangunan di sebuah mes bangunan di Desa Aneuk Galong, Kecamatan Sukamakmur, Aceh Besar, Kamis malam. Ketiga korban asal Jawa Tengah tersebut adalah pekerja sejumlah proyek rumah toko di Aneuk Galong. Mereka adalah Gunoko (30) dan Sotiku Anas (25), warga Demak; serta Agus Suwignyo (35), warga Grobogan.
Kondisi Gunoko kritis. Bapak satu anak itu tertembak di pelipis kanan dan iga. Kondisi Agus dan Sotiku mulai membaik. Mereka dirawat di Rumah Sakit Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Ada 18 pekerja bangunan yang tinggal di mes bersama tiga korban. Kini, mereka dievakuasi ke Kantor Polsek Sukamakmur. Mereka minta segera dipulangkan.
”Kami ini hanya buruh biasa, hanya mencari sesuap nasi. Mengapa kami dijadikan sasaran seperti ini,” kata Safi’i (30), pekerja bangunan asal Demak.
Sebelumnya terjadi penembakan terhadap pekerja bangunan oleh orang tak dikenal di Desa Blang Cot Tunong, Bireuen; Desa Ilie, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh; dan di Dusun Blok B, Desa Seureuke, Langkahan, Aceh Utara. Lima orang tewas dan 11 lainnya luka berat dalam peristiwa itu. Pelaku mengendarai sepeda motor. Sebagian besar bersenjata AK-47.
Banyak senjata
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memastikan jenis senjata yang digunakan dalam penembakan di Aceh adalah AK-47. Meski jenis senjata itu dahulu juga digunakan pasukan GAM, belum tentu pelaku adalah mantan pasukan GAM.
Ia mengakui, masih banyak senjata sisa konflik di Aceh yang beredar di masyarakat. Belum dipastikan siapa atau kelompok mana yang menggunakan senjata-senjata tersebut dalam teror penembakan akhir-akhir ini.
”Di Aceh itu setelah selesai konflik, (GAM) itu kemudian melaporkan senjatanya. Di Aceh masih banyak senjata, yang seharusnya diserahkan kepada pemerintah,” kata Purnomo di Jakarta.
Purnomo menilai, serangkaian penembakan itu murni pembunuhan dan tidak terkait dengan separatisme. Oleh karena kejahatan murni dan masih dalam ranah keamanan publik, hal itu ditangani kepolisian.
Gustav juga mengatakan, polisi mengindikasikan sejumlah kasus penembakan itu merupakan aksi kriminalitas murni. ”Belum mengarah ke politik,” ujarnya.
Namun, menurut Ketua Konsorsium Aceh Baru Otto Syamsuddin Ishak, penembakan di Aceh setahun terakhir yang meningkat akhir-akhir ini bukan sekadar tindak kriminal biasa. Kejadian itu sarat muatan politik untuk mengganggu stabilitas negara dan pemerintahan.
”Terlihat ini pola pengondisian atau dalam bahasa aparat negara lazim disebut cipta kondisi, terlebih dengan pembunuhan warga pendatang dari Jawa. Sasarannya menasionalkan persoalan di Aceh. Bisa untuk menggagalkan Pilkada Aceh ataupun menjatuhkan wibawa pemerintah di daerah dan pusat,” kata Otto dalam jumpa pers di Imparsial, Jakarta.
Direktur Program Imparsial Al Araf menambahkan, motif politik yang kuat terlihat dengan meningkatnya kekerasan di Aceh setiap kali ada perhelatan politik, seperti pada 2006 dan Pemilu 2009. ”Sedang terjadi upaya meningkatkan suhu politik di Aceh menjelang pilkada,” ujar Al Araf.
Otto mendesak polisi menangkap dan menuntaskan kasus penembakan dan pembunuhan di Aceh yang selama 2011 mengakibatkan 15 orang tewas dan 17 orang luka berat. Hingga pekan pertama tahun 2012, total korban pembunuhan mencapai 20 orang. Terjadi pula 13 kasus penembakan misterius yang tidak terungkap pada 2011.
Anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat, dan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso meminta pemerintah menjamin kenyamanan dan keamanan di Aceh. (ong/nwo/why/han/nta)
Source : Kompas.com