JAKARTA – Iklan sejumlah partai politik dinilai gagal menyampaikan isu yang menjadi platform mereka dari pusat hingga basis massa di daerah. Cara pandang elitis dan penggunaan bahasa yang sukar dimengerti membuat pemilih minim informasi tentang apa yang telah dan akan dilakukan partai tersebut.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif dalam konferensi pers di J Lounge, Hotel Grand Melia, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (22/12/2008).
Menurut hasil survei putaran III yang dilakukan Reform Institute dalam rentang November hingga Desember 2008, hanya iklan Partai Gerindra dan Hanura yang berhasil menembus sampai ke level rakyat berpenghasilan rendah yaitu Rp500 ribu hingga Rp1 juta sebulan.
Hasil survei dengan sampel 2.500 orang dari 33 provinsi dan tingkat kepercayaan 95 persen itu menunjukkan popularitas maupun calon presiden yang didukung Gerindra dan Hanura melesat dalam beberapa bulan terakhir.
“Gerindra sukses melakukan penetrasi ke masyarakat lapisan bawah dengan iklan yang merujuk pada petani dan nelayan,” kata Yudi.
Partai Gerindra dipilih oleh 6,56 persen responden menduduki posisi keempat di bawah Demokrat, PDIP, dan Golkar. Sedangkan Hanura dipilih 3,92 persen responden menduduki peringkat keenam di bawah Gerindra dan PKS. Pada survei periode Juni hingga Juli 2008 Gerindra masih berada di posisi ke-28 dan Hanura di Posisi ke-8.
Naiknya peringkat dua partai ini, berakibat pada tergusurnya partai menengah seperti PKS, PAN, dan PPP. Demikian juga dengan popularitas Prabowo Subianto yang dicalonkan sebagai presiden oleh Gerindra melesat ke posisi keempat dengan dukungan 7,88 persen responden.
“Dia berada di bawah Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati, dan Sri Sultan HB X. Wiranto berada setingkat di bawah Prabowo dengan dukungan 4,33 persen,” imbuh Yudi.
Menurut Yudi, iklan partai sebaiknya memerhatikan aspek lokalitas isu yang dihadapi masyarakat. Karena pemilu legislatif nantinya juga akan berbasis di daerah. Dengan demikian, kata dia, pilihan media untuk beriklan juga tak hanya di media nasional tapi juga media lokal.
“Partai seperti kehilangan imajinasi. Harusnya platform nasional diterjemahkan ke level lokal dengan media lokal,” katanya.
Dicontohkan Yudi, iklan PKS termasuk gagal memperlebar basis massa seperti yang mereka inginkan. Menurut dia, selain menimbulkan kontroversi di kalangan kaum terdidik yang menjadi basis utama PKS, iklan itu juga terlalu elitis dan susah dimengerti masyarakat bawah yang ingin dijangkau PKS. (ded)
Source : okezone.com