Lhokseumawe | Harian Aceh – Kalangan akademisi mengingatkan media massa terutama media lokal jangan sampai tersandera dalam kepentingan aktor politik dalam Pemilukada Aceh.
Tidak baik kalau media terperangkap antara opini si ‘A’ dan si ‘B’, media yang tersandera dalam kepentingan aktor politik. Media harus memberi kesempatan yang besar kepada masyarakat,” kata M Rizwan H Ali, dosen Ilmu Politik Fisip Universitas Malikussaleh pada seminar ‘Peran Media dalam Pemilukada Aceh’ yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe usai pembukaan Konferensi AJI itu di Lido Graha Hotel Lhokseumawe, Sabtu (17/9).
Karena itu, Rizwan H Ali berharap media lokal di Aceh mengedepan jurnalisme investigasi dalam menyajikan informasi bagi publik. Tidak sekadar meminta komentar para elit yang bersebrangan pandangan politik, kata dia, namun juga melihat kondisi masyarakat yang sering jadi korban kepentingan aktor politik. “Ini yang sering terlupakan,” katanya.
M Nararuddin Ibrahim, peserta seminar tersebut juga menilai pemberitaan media lokal selama ini terlalu larut pada kepentingan elit. Sehingga lupa memerhatikan dampak dari konflik antar aktor politik. “Media hampir tidak menyoal tentang ketidakpastian Pemilukada apa dampaknya bagi masyarakat. Yang ada hanya agenda politik aktor disajikan untuk dikunyah dan ditelan oleh masyarakat dalam mimpi indah,” kata Nazaruddin yang juga bakal calon wali kota Lhokseumawe dari jalur perseorangan.
Pengurus AJI Indonesia, Sunu Diantoro menyebutkan garis api antara berita dan iklan sering kali masuk dalam masa Pemilukada sangat problematik. Karena itu penting menjaga garis api tersebut agar daya kritis media tidak hilang. “Saya kira media-media yang kredibel tetap kukuh mematuhi garis api itu. Juga azas keadilan, memberi kesempatan yang sama kepada semua kandidat, ini penting,” kata Sunu Diantor yang menjadi peninjau pada Konferensi AJI Lhokseumawe IV itu.
Hal penting lainnya, menurut Suni Diantoro, media tidak hanya menyajikan kabar gembira kepada masyarakat dengan mengutip komentar para kandidat, tapi perlu menginvestigasi kembali apakah kebijakan-kebijakan calon kepala daerah itu benar-benar pro terhadap masyarakat atau tidak. “Juga menyangkut isu tentang perempuan dan pluralisme. Karena itu saya rasa kawan-kawan jurnalis di Aceh penting melihat dan menginvestigasi kembali tracrecord calon-calon supaya masyarakat tidak membeli kucing dalam karung. Masyarakat mesti diberikan pilihan-pilihan yang tepat,” kata wartawan Tempo ini.
Potensi Pelanggaran
Ketua KIP Kota LHokseumawe Ridwan Hadi saat tampil sebagai narasumber pada acara seminar itu mengatakan media dapat mengambil peran pada setiap tahapan Pemilukada mulai dari rekrutment PPK, PPS, PPDP dan KPPS, pemenuhan syarat calon perseorangan, pendaftaran calon, pemungutan suara dan perhitungan suara bahkan sampai pelantikan kepala daerah terpilih. Tapi umumnya media lokal, kata dia, lebih banyak memainkan perannya terkait pencitraan kandidat yang seharusnya sangat fair ketika itu dilakukan pada tahapan kampanye saja.
Dalam proses Pemilukada, lanjut Ridwan Hadi, banyak potensi pelanggaran yang perlu dicermati. Di antaranya, pemalsuan atau manipulasi data dalam pendaftaran kandidat, anggota panitia pemilu ikut kampanye, kekerasan/teror/intimidasi terhadap dukungan kandidat lain, perusakan atribut kampanye kandidat lain, money politik/memobilisasi massa kampanye dengan imbalan uang, institusi negara/birokrasi memobilisasi massa dengan menggunakan kewenangan politik/birokrasi yang dimilikinya, kampanye menggunakan fasilitas negara/pemerintah atau rumah ibadah, fitnah lintas partai atau lintas figur, perusakan fasilitas publik/gangguan keamanan publik, larangan kampanye bagi kandidat tertentu atas alasan teknis/politik/keamanan yang tidak transparan, larangan bagi juru kampanye tertentu atas alasan teknis politik/keamanan yang tidak transparan.
Berikutnya, pemerasan (halus/kasar, langsung/tidak langsung) dengan dalih dana kampanye, gangguan/sabotase atas jalannya kampanye secara umum, manipulasi informasi, kampanye dengan menggunakan kebohongan sebagai alat, pengerahan massa/arak-arakan dengan menggunakan sentimen irasional/kemarahan massa yang menyulut konflik/kekerasan massa, kampanye sebelum waktunya, pelanggaran materi kampanye, pelanggaran cara penggalangan dana kampanye, pelanggaran batas dana kampanye, dan pelanggaran penggunaan dan kampanye.(nsy)
Source : Harian Aceh
Posted with WordPress for BlackBerry.