Fungsi penting partai politik sebagai institusi utama demokrasi adalah memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun, partai cenderung mengabaikan fungsinya itu. Popularitas pemimpin, kekuatan ideologi, dan soliditas partai, menurut publik, menjadi kunci untuk membangun kembali keberadaan parpol.
Sejumlah jajak pendapat tentang parpol yang dilakukan Litbang Kompas menyimpulkan, parpol kini dinilai hanya memperjuangkan kepentingan elite politiknya dan mengabaikan kepentingan konstituen. Citra dan rapor kinerja parpol nyaris senantiasa terpuruk dari waktu ke waktu.
Di tengah minimnya kerja politik yang riil, praktik korupsi yang melibatkan banyak kader parpol merupakan penyebab utama penilaian negatif terhadap lembaga parpol. Jajak pendapat Kompas kali ini menyoroti hal yang masih bisa ”diselamatkan” di mata publik dan menjadi modal bagi kehidupan parpol yang bermartabat.
Dengan mengandalkan pengamatan empiris responden terhadap kiprah dan keberadaan sembilan parpol di sekitar tempat tinggal mereka, berbagai hasil terungkap dalam jajak ini. Tiga dari empat responden menilai, dari sembilan parpol yang memiliki kursi di DPR saat ini, tak ada yang cukup cekatan menanggapi persoalan yang terjadi di masyarakat. Persoalan politik yang muncul malah cenderung dijadikan komoditas politik.
Responden juga menilai partai jarang terjun langsung ke masyarakat. Publik nyaris tak pernah menjumpai kegiatan parpol yang melakukan sosialisasi tentang sistem politik, bentuk atau dasar negara, misalnya. Tiga dari empat responden mengaku di wilayah mereka hampir tak pernah ada aktivitas parpol, terutama yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Hal tersebut dinilai publik sebagai bukti dari inkonsistensi antara slogan yang didengungkan partai dan realisasinya. Nyaris semua parpol merebut suara pemilih dengan iming-iming yang memikat di awal pemilu. Partai Demokrat, misalnya, saat kampanye Pemilu 2009, memosisikan diri sebagai parpol antikorupsi, yang diperkuat dengan banyak iklan politik di media massa.
Dalam perjalanannya, publik justru disuguhi oleh terungkapnya berbagai praktik korupsi yang melibatkan kader partai ini. Tak heran jika tiga dari empat responden menilai komitmen Partai Demokrat dalam memberantas korupsi hanya slogan. Penilaian ini juga disampaikan 34,1 persen responden yang menyatakan mencoblos partai ini di Pemilu 2009.
Hal serupa terjadi pada Partai Golkar. Partai yang rajin menyatakan slogan ”suara rakyat suara Golkar” ini dinilai belum secara memadai membuktikan slogan terbaru saat ini. Separuh lebih responden (64,9 persen) menyatakan langkah partai beringin ini belum terlihat memadai merealisasikan slogan politiknya. Dari sudut responden pemilih Golkar memang hanya 10 persen responden yang berpendapat serupa.
Kepada PDI-P, terdapat 34,3 persen responden yang menyatakan PDI-P cukup memadai dalam menjalankan slogan politiknya. Di tengah belitan masalah hukum dan kode etik yang juga mengenai sejumlah kader partai banteng, secara keseluruhan responden tampaknya cenderung lebih mengapresiasi partai ini meski dalam selisih persentase yang tipis.
Kekuatan sosok
Meskipun demikian, publik jajak pendapat ini tetap melihat masih ada peluang untuk membangun kembali parpol melalui beberapa indikator kunci. Sejumlah indikator menonjol yang paling banyak disebut responden adalah sosok atau pemimpin parpol, program parpol, serta ideologi dan soliditas partai.
Faktor sosok, figur, atau ketokohan pemimpin partai paling banyak disebut responden. Aspek ketokohan di Partai Demokrat, misalnya, disebut 50 persen lebih responden, di PDI-P disebut 34,7 persen responden, di Golkar oleh 29,6 persen responden, dan di Gerindra oleh 28,3 persen responden.
Di antara sembilan parpol di DPR saat ini, partai yang dinilai memiliki sosok pemimpin paling kuat masih Partai Demokrat. Dalam hal ini yang dimaksud adalah sosok Susilo Bambang Yudhoyono. Penilaian ini diberikan secara berimbang oleh responden, baik yang menyatakan mencoblos Partai Demokrat pada Pemilu 2009 maupun yang tidak mencoblos partai itu.
Sementara terhadap sosok pemimpin yang dimiliki PDI-P, selain dikemukakan oleh sepertiga responden yang merupakan pemilih PDI-P, juga disuarakan oleh separuh lebih responden yang tidak mencoblos PDI-P. Ini bermakna, responden di luar pemilih PDI-P juga cukup kuat mengapresiasi ketokohan kepemimpinan PDI-P yang mengacu kepada nama Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.(litbang Kompas)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.