Home > Education > Political Marketing > Menanti Undang-undang Politik Baru

Menanti Undang-undang Politik Baru

Lambatnya pembuatan regulasi disebut-sebut sebagai salah satu penyebab karut-marutnya pelaksanaan Pemilihan Umum 2009. Belajar dari pengalaman itu, legislatif mengambil inisiatif untuk menyusun naskah rancangan perombakan undang-undang paket politik. Namun, apakah setelah diambil alih Dewan Perwakilan Rakyat, penyelesaian penyusunan perubahan undang-undang politik dapat diselesaikan lebih cepat?

Setidaknya ada enam rancangan undang-undang (RUU) yang dikategorikan dalam RUU paket politik. Keenam RUU itu adalah RUU perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, RUU perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, RUU perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, RUU perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, RUU perubahan atas UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta RUU tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah.

Empat RUU paket politik menjadi usul inisiatif DPR. Artinya, DPR-lah yang menyusun naskah RUU sebelum dibahas dengan pemerintah. Keempat RUU itu adalah RUU perubahan atas UU Parpol, RUU Pemilu, RUU Penyelenggara Pemilu, serta RUU MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Adapun dua RUU, yakni RUU perubahan atas UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta RUU Pemilu Kepala Daerah, diinisiasi pemerintah.

Keenam RUU paket politik itu sebenarnya masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2010. Namun, hingga saat ini belum ada satu pun RUU paket politik itu yang disahkan.

Rancangan naskah revisi UU Penyelenggara Pemilu belum selesai disusun. Komisi II DPR yang bertugas menyusun naskah revisi itu masih terjebak perdebatan tentang syarat jangka waktu minimal keterlibatan calon anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu dalam kepengurusan atau keanggotaan partai politik.

Lobi-lobi formal dan informal sering kali gagal membuahkan kesepakatan. Sudah lebih dari dua bulan pembahasan terhenti. Rapat pimpinan Komisi II dengan kelompok fraksi membahas naskah rancangan revisi UU Penyelenggara Pemilu terakhir kali dilakukan 31 Agustus lalu.

Naskah rancangan revisi UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD juga masih disusun Badan Legislasi (Baleg) DPR. Masih ada beberapa klausul yang belum disepakati oleh para anggota Baleg, di antaranya klausul tentang tahapan penyelenggaraan pemilu, persyaratan peserta pemilu, hak memilih warga negara dalam pemilu, pemilih di luar negeri, angka ambang batas parlemen (parliamentary threshold), dan penentuan perolehan kursi di DPR.

Sebenarnya dalam naskah awal diusulkan, tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai 2,5 tahun sebelum pemungutan suara. Sementara pendaftaran parpol sebagai peserta pemilu dilakukan dua tahun sebelum pemungutan suara. Namun, usulan itu rencananya akan dibahas kembali oleh Baleg.

Soal angka ambang batas parlemen juga masih ada tiga usulan. Perwakilan fraksi dari parpol besar, seperti Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengusulkan kenaikan ambang batas dari 2,5 persen menjadi 5 persen. Sementara fraksi parpol menengah dan parpol kecil mengusulkan ambang batas tetap 2,5 persen atau jikalau naik cukuplah menjadi 3 persen.

RUU perubahan atas UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD pun tidak jauh berbeda. Naskah rancangannya belum selesai disusun oleh Baleg.

Sementara posisi RUU perubahan atas UU Parpol sudah lebih maju dibandingkan dengan tiga RUU paket politik lainnya. Baleg sudah menyelesaikan naskah RUU revisi atas UU Parpol. Draf buatan Baleg itu pun bahkan sudah disepakati menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna 16 Oktober lalu. Naskah revisi UU Parpol itu tinggal dibahas DPR bersama dengan pemerintah. Rencananya, pembahasan mulai dilakukan pada masa persidangan kedua tahun sidang 2010-2011 atau tepatnya pada 24 November mendatang.

Dua RUU paket politik lain, yakni RUU perubahan atas UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta RUU Pemilu Kepala Daerah, belum diterima DPR. Menurut Ketua Baleg Ignatius Mulyono, kedua RUU ini baru dalam tahap penyusunan di Kementerian Dalam Negeri.

Diragukan

Meski masuk dalam daftar Prolegnas 2010, pembahasan enam RUU paket politik itu tidak mungkin diselesaikan tahun ini. Sebab, hingga akhir tahun ini DPR hanya tinggal memiliki waktu satu masa persidangan yang pendek, kurang dari satu bulan. Masa persidangan kedua tahun sidang 2010-2011 dimulai tanggal 22 November dan berakhir 17 Desember 2010.

Oleh karena itulah banyak kalangan yang meragukan DPR dapat menyelesaikan pembahasan RUU paket politik tahun ini. Keraguan itu muncul bukan hanya dari kalangan masyarakat, melainkan juga dari kalangan anggota DPR sendiri.

Misalnya, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, A Hakam Naja, ragu RUU paket politik rampung hingga akhir tahun ini. Menurut dia, pembahasan RUU paket politik akan berjalan lambat karena mayoritas merupakan inisiatif DPR.

”Kalau naskah rancangannya dari DPR, ya hasilnya begini karena setiap parpol mempunyai kepentingan sendiri,” katanya.

Bahkan, Baleg juga menyadari bahwa pembahasan RUU paket politik tidak dapat diselesaikan tahun ini. Karena itu, setelah melakukan simulasi, Baleg pun menargetkan seluruh RUU paket politik sudah diselesaikan atau disahkan paling lambat Juli 2011.

Meski jangka waktu penyelesaian diperpanjang, tetap saja tidak ada yang bisa menjamin keenam RUU paket politik dapat disahkan pada medio 2011. Apalagi, pembahasan beberapa RUU paket politik diserahkan kepada Komisi II DPR. Selain menyelesaikan penyusunan naskah revisi UU Penyelenggara Pemilu, Komisi II juga harus membahas RUU Parpol bersama dengan pemerintah. Pasalnya, Badan Musyawarah sudah menyerahkan tugas pembahasan RUU Parpol kepada Komisi II DPR.

Bukan hanya itu, Komisi II DPR juga masih memiliki tanggungan menyelesaikan naskah RUU perubahan atas UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian.

”Saya tidak cukup yakin DPR bisa menyelesaikan seluruh RUU paket politik pada Juli 2011 karena beban di satu komisi terlalu menumpuk,” ujar Ronald Rofiandri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan.

Selain itu, secara umum komitmen DPR dalam menyelesaikan Prolegnas 2010 juga diragukan. Janji DPR untuk lebih memprioritaskan fungsi legislasi belum juga terpenuhi. Penetapan hari Rabu dan Kamis sebagai hari legislasi tidak efektif dilaksanakan. Begitu pula janji DPR untuk menggunakan hari libur dan waktu reses untuk membahas RUU tak juga dilakukan.

Bahkan, DPR malah mendahulukan kunjungan kerja ke luar negeri meski dalam rapat pimpinan DPR pada pertengahan Agustus lalu disepakati, DPR akan mengurangi kegiatan kunjungan kerja agar lebih fokus menyelesaikan tanggungan legislasi. Padahal, penyelesaian legislasi, khususnya RUU paket politik, sudah dinanti. Anita Yossihara

Source: Kompas.com

You may also like
Indonesia Sudah Bosan Revisi UU Terus
UU Politik Selesai 2012

Leave a Reply