Home > Education > Political Marketing > Menyoal Peran Politik Perempuan

Menyoal Peran Politik Perempuan

Perempuan Aceh sejak dulu terlibat aktif dalam melawan penjajah. Mereka pengambil keputusan dan terlibat aktif merancang kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kini, peran itu semakin kecil. Mengapa demikian?

WANITA paruh baya itu sibuk di ruang kerjanya di lantai satu, gedung DPR Kabupaten Aceh Utara. Mengenakan gamis biru, kaca mata minus. Tumpukan berkas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten – Perubahan (RAPBK-P) tertata rapi di atas meja kerja. Dia membuka lembar demi lembar. Dialah Ida Suryana. Politisi Partai Demokrat Kabupaten Aceh Utara ini resmi menjadi Wakil Ketua DPRK Aceh Utara, sejak akhir September lalu. Dia satu-satunya perempuan dalam parlemen kabupaten itu. Sebanyak 44 orang lainnya berjenis kelamin laki-laki. Di Lhokseumawe, juga hanya satu orang perempuan yang terpilih menjadi anggota DPRK, yaitu Hj Marliyah dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ida Suryana menjadi tumpuan kaum perempuan di Aceh Utara. Harapan itu membumbung tinggi, menunggu aksi nyata dari srikandi ini. Dia dipercaya mampu memberi perubahan, melahirkan qanun (Perda) yang berpihak pada perempuan. Selain itu, Ida diharap mau mendengar keluhan perempuan dari 852 desa di kabupaten yang dulu dijuluki petro dollar itu. “Saya mengemban amanah perempuan. Di gedung ini, saya berusaha untuk memperjuangkan qanun untuk membela kepentingan perempuan. Saya berusaha mendorong peran perempuan dalam pembangunan,” ujar Ida Suryana.

Jumlah perempuan yang menjadi calon anggota legislatif (Caleg) pada Pemilihan Umum (Pemilu) April 2009 lalu di Aceh Utara hanya 156 orang. Jumlah ini jauh lebih kecil dibanding laki-laki yang mencapai 411 orang. Politisi perempuan ini pun sangat sedikit melakukan kampanye dengan menggunakan baliho atau spanduk. Umumnya, mereka berkampanye dari pintu ke pintu. Meski begitu, minat pemilih sangat minim terhadap perempuan. Politik dinilai masih kaplingnya laki-laki. Padahal, sejarah Aceh mencatat perempuan pernah menjadi lini terdepan melawan penjajah Belanda. Perempuan juga kerap dilibatkan dalam pembangunan negeri yang menganut syariat Islam itu. Malahayati, memimpin angkatan laut pertama di Indonesia. Dia pula sebagai laksamana perempuan yang gagah memimpin pasukan melawan penindasan Belanda tempo dulu. Srikandi Aceh lainnya, Cut Nyak Mutia, dan Cut Nyak Dhien, juga sosok perempuan yang melawan penjajah dengan sebilah rencong. Senjata tradisional itu tidak menyurutkan semangat melawan meriam otomatis.

Pokja Pencalonan Caleg Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Utara, Ayi Jufridar, mengakui bahwa sangat sedikit partai yang memenuhi aturan KPU yang mensyaratkan 30 persen Caleg harus perempuan. Ayi menyebutkan, hanya Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat saja yang memenuhi kuota tersebut. “Lebih banyak partai yang tidak memenuhi kuota 30 persen kaum perempuan. Itu berlaku untuk partai nasional dan lokal,” kata Ayi.

Selain itu, politikus pria tampaknya tidak memberikan nomor urut Caleg yang baik pada kaum perempuan. Daftar nama caleg dan nomor urut yang dilansir KIP Aceh Utara menunjukkan sangat jarang partai menempatkan perempuan pada nomor urut satu sampai tiga. Umumnya ditempatkan pada nomor urut lima sampai nomor urut 12. Pemilu 2009 di Aceh diikuti enam partai lokal dan 36 partai politik nasional. “Ya, nomor urut caleg perempuan juga sangat sedikit nomor cantik, satu sampai tiga. Banyak yang nomor urut di bawah lima. Satu daerah pemilihan maksimal Caleg hanya 12 orang,” kata Ayi.

Aktivis perempuan pada lembaga Relawan Perempuan untuk Keadilan (RPuK) Aceh, Maida Safrina, menyebutkan, sangat penting keterlibatan perempuan dalam politik praktis dan pembangunan. Pasalnya, selama ini dari tataran desa sampai provinsi peran perempuan selalu dinafikan. “Begini, pada rapat-rapat pembangunan di tingkat desa, peran perempuan sangat kecil. Misalnya, saat pembangunan toilet di desa. Kaum laki-laki langsung membangun untuk kebutuhan laki-laki. Sedangkan, perempuan tidak dipikirkan. Padahal, bentuk toilet laki dan perempuan itu berbeda. Begitu juga soal pembangunan lainnya di desa. Saya melihat ini merata di seluruh daerah di Aceh,” kata Maida baru-baru ini kepada Kontras.

Lebih jauh Maida menyebutkan, seharusnya, Pemerintah Aceh membuat aturan bahwa harus dilibatkan perempuan dalam setiap pengambilan kebijakan. Jika melihat jumlah penduduk, saat ini lebih dari Rp 2 juta dari total Rp 4 juta penduduk Aceh berkelamin perempuan. “Jika pemerintah tidak mendorong keterlibatan perempuan, maka akan sangat sedikit perempuan dalam proses pembangunan ini. Keadilan harus diartikan sebagai memenuhi kebutuhan masyarakat, lelaki dan perempuan. Ini penting,” kata Maida.

Maida meminta agar masyarakat memberikan kesempatan dan kepercayaan pada kaum perempuan. “Jadi, kalau sudah diberikan kesempatan juga tidak membawa perubahan, artinya sudah bisa mengklaim kalau perempuan tidak mampu dalam partai politik. Jika tidak diberi kesempatan, bagaimana mau mengatakan bahwa kaum perempuan tidak mampu. Ini harus menjadi landasan pemikiran masyarakat Aceh,” terang Maida. Dia menegaskan, meski menjadi kaum minoritas di parlemen, diharapkan politisi wanita yang telah terpilih menjadi wakil rakyat agar pro-aktif membela kepentingan perempuan. Mendatangi kampung-kampung, mencari masalah yang dihadapi perempuan dan memberikan solusinya.

Di DPRA
Di antara 69 orang anggota DPRA periode 2009-2014, empat orang berjenis kelamin perempuan. Jumlah tersebut dinilai amat minim, hanya 5,8 persen. Akan tetapi, itulah realitas yang terjadi. Sebagian yang lain tersisih oleh berbagai sebab. Bagi KIP, ketidakcukupun suara lah yang menyebabkan sebagian lainnya tidak terpilih. Namun, bagi sebagian pemerhati keterlibatan perempuan, salah satu penyebab utama tidak menonjolnya kaum perempuan dalam bidang politik lantaran parpol belum memberikan akses kepada mereka seluas-luasnya. (masriadi)

Source : Tabloid KONTRAS Nomor : 513 | Tahun XI 29 Oktober – 4 November 2009

You may also like
Pemilu Turki, Pengamat: Partai atau Caleg yang Bagi-bagi Sembako dan Politik Uang Tak Dipilih Rakyat
Muhaimin Iskandar dan Jejak Lihai Sang Penantang Politik
Elemen Kejutan dari Pencalonan Anies
Pakar: Golkar Tengah Mainkan Strategi Marketing Politik

Leave a Reply